Saturday, May 18, 2013

ASKEP EPILEPSI


Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatanlistrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel. Bangkitnya kejang ini disebabkan karena adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan lstrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada dalam otak. Sekumpulan neuron yang bersifat iritatif pada otak disebut epileptogenik. (sumber: Tarwoto, 2007)
Fase dari aktivitas kejang adalah fase prodromal, aura, iktal, dan posiktal. Fase prodromal meliputi perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/beberapa hari. Fase aura adalah awal dari munculnya aktivitas kejang dan mungkin berupa gangguan penglihatan, pendengaran, atau rasa raba. Fase iktal merupakan fase dari aktivitas kejang, yang biasanya terrjadi gangguan muskuloskeletal. Fase posiktal adalah periode waktu dari kekacauan mental/somnolen/peka rangsangan yang bterjadi setelah kejang tersebut. (sumber: Marillynn E. Doenges)
Gangguan ini dapat disebabkan oleh faktor fisiologis, biokimia, anatomis dan atau gabungan ketiganya, sehingga epilepsi terdapat dalam berbagai jenis diantaranya :
1.         Grand mall (mayor/umum)
2.         Petit mall
3.         Psychomotor (Simptomatik kompleks)
4.         Focal (Jacksonian)
5.         Miscellanous (Myoclonic, akinetic) (sumber: Depkes, 1995)

b.        Etiologi (sumber: Arif Mansjoer, 2000)
1.         Idiopatik ; sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
2.         Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3.         Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells.
4.         Kelainan kongenital otak: atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum.
5.         Gangguan metabolik : hipoglikemi, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6.         Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis.
7.         Trauma : kontuiso serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.


8.         Neoplasma otak dan selaputnya.
9.         Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
10.     Keracunan : timbal (Pb), kamper, fenotiazin.
11.     Lain-lain: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi       serebral, dll. (sumber: Arif Mansjoer, 2000)

c.         Faktor Presipitasi
Faktor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu:
1.         Faktor sensori : cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.
2.         Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu.
3.         Faktor mental : stres, gangguan emosi. (sumber: Arif Mansjoer, 2000)

d.        Patofisiologi
Sampai saat ini patofisilogi epilepsi belum diketahui dengan jelas. Namun ada hipotesis yang menduga bahwa epilepsi disebabkan karena ada sekelompok neuron yang secara intrinsik mempunyai kelainan pada membrannya dan bersifat iriatif.
Serangan epilepsi terjadi karena adanya lepas muatan listrikyang berlebihan dari neuron-neuron di susunan saraf pusat yang terlokalisir pada neuron-neuron tersebut atau transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptik oleh neurotransmiter yang bersifat eksitasi atau inhibisi dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi plorisasi membran sel, dimana pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu yaitu (1) ketidakstabilan membran sel saraf sehingga sel mudah diaktifkan, (2) neuron hypersensitifitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang serta dapat terangsang secara berturut-berturut, (3) kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan, hyperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi, karena terjadi perbedaan potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel.
Penyabaran epileptik dari neuron-neuron ke bagian otak lain dapat terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain sehingga terjadi sinkronisasi dan aktifasi yang berulang-ulang, sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya dan menimbulkan kontraksi otot polos. (sumber: Depkes, 1995)

e.         Tanda dan Gejala (sumber : Tarwoto, 2007)
ü Keadaan sebelum kejang :  kejang diawali adanya gangguan pada penglihatan, stimulus auditorius, olfaktorius, stimulus taktil, gangguan emosi.
ü Keadaan saat berlangsung :
1.    Kejang umum : kejang yang menunjukkan sinkronisasi keterlibatan semua bagian otak pada kedua hemisfer. Yang termasuk kejang umun adalah :

-          Petit mall (absen) : kejang yang mangalami kehilangan kesadaran tanpa disertai gerakan motorik, involunter yang aneh.
-          Grand mall (tonik klonik) : serangan kejang yang melibatkan di tandai adanya aura seperti sensasi penglihatan atau pendengaran yang diikuti kehilangan kesadaran secara mendadak, ditandai lidah dapat tergigit, mulut berbusa, inkontinensia urin dan alvi, kehilangan kesadaran yang mendadak, setelah mengalami tonik klonik pasien nyeri otot, lemah, letih, mengantuk, dan tidur dalam jangka waktu lama pasien lupa apa yang terjadi.
-          Mioklonik : serangan yang ditandai kontraksi kelompok otot tertentu secara singkat dan tiba-tiba.
-          Atonik : serangan yang ditandai dengan kehilangan tonus tubuh dan kesadaran sangat singkat.
2.    Kejang fokal/parsial
Kejang menunjukkan gambaran klinis tentang awitan vokal dari sebagian/hemisfer serebral (bicara inkoheren, pusing, mengalami sinar, bunyi, bau, tidak nyaman) mulut dapat tersentak tak terkontrol.
a.    Kejang parsial sederhana
Sadar akan apa yang terjadi, tapi tidak mampu mengendalikan. Tandanya bisa hanya sensorik, motorik, automatik, atau ketiga area bisa terkena.
b.    Kejang parsial kompleks
Adanya gangguan kesadaran, gangguan kognitif, afektif, psikosensorik dan psikomotor (automatik), emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan atau peka rangsangan, dejavu (kenal peristiwa yang sebelumnya belum pernah dialaminya), jamais-vu (tidak kenal dengan peristiwa yang pernah dialami), adanya halusinasi, otomatisme (gerakan mengunyah-unyah, menelan).
3.    Kejang yang tidak dapat diidentifikasi/digolongkan karena datanya tidak lengkap.
ü Keadaan setelah berlangsung : periode waktu dari kekacauan
mental/somnolen/peka rangsangan yang bterjadi setelah kejang

f.          Prosedur Diagnostik
·      Computer Tomography (CT) Scan : adanya perubahan stuktur otak.
·      Magnetic Resonance Imaging (MRI) : adanya perubahan stuktur otak.
·      Cerebral angiography : kemungkinan abnormalitas vaskuler.
·      Elektroencephalogram (EEG) : adanya gelombang paku (spike), gelombang paku lambat (spike and slow wave), polispike and wave.
·      Test urine untuk menentukan kadar obat.
·      Kimia darah : hipoglikemia, tidak seimbangnya elektrolit, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah. (sumber: Tarwoto, 2007)

g.        Terapi dan Penatalaksanaan Keperawatan
Tujuan pengobatan adalah menyembuhkan atau mengatasi gejala-gejala dan mengurangi efek samping pengobatan obat. Setiap obat epilepsi mempunyai
efektifitas yang terbatas untuk mengatasi epilepsi yang berbeda. Sehingga apabila pilihan tiadak tepat dapat menimbulkan toksikasi.
Prinsip pengobatan farmakologis pasien dengan epilepsi adalah :
ü  Tegakkan diagnosa dengan mengklasifikasikan jenis kejang.
ü  Pilih obat pilihan utama sesuai dengan jenis kejang.
ü  Tingkatkan dosis secara lembat sampai mencapai dosis terapi, tentukan efek samping.
ü  Jika respon buruk ganti dengan obat pengganti secara bertahan.
ü  Jika perbaikan hanya sebagian mungkin diperlukan obat lain.
ü  Atur dosis obat agar tetap sesuai kadar plasma.
ü  Jika teratasi rujuk dokter ahli epilepsi.(sumber: Tarwoto, 2007)

*      Jenis obat yang dipakai saat ini :
Nama obat
Dosis dewasa
Dosis anak
Fenobarbital (FB)
1,5 – 3 mg/kg
1-5 mg/kg
Difinilhidatonin (FH)
4 mg/kg
4 – 12 mg/kg
Karbamazepine (Kz)
1,5 – 8 mg/kg
15 – 25 mg/kg
Asam valproat (AVP)
-
10 – 70 mg/kg
Etosuksimid (ETS)
-
10 – 70 mg/kg

*      Jenis obat berdasarkan efektifitas jenis epilepsi :
Jenis epilepsi
Obat yang efektif
Parsial/fokal
FB, FH, Kz
Grand mall
AVP, FB, FH
Petit mall (lena)
ETS, AVP
Mioklonik
ETS, AVP
Atonik
ETS, AVP


STATUS EPILEPTIKUS

       Status epiliptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih baik mendefinisikannya sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih dari 10 menit. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran antarserangan. (sumber: Arif Mansjoer, 2000)






PENATALAKSANAAN
1.      Lima mennit pertama
·           Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan berikutnya.
·           Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan ventilasi.
·           Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelainan.
·           Pasang jalur intravena dengan NACl 0,9%, periksa gula darah, kimia darah, hematologi dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).
2.      Menit ke-6 hingga ke-9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50ml glukosa 50% bolus intravena (pada anak:2ml/kg/BB/glukosa 25%) disertai 100mg tiamin intravena.
3.      Menit ke-10 hingga ke-20
Pada dewasa:  berikan 0,2mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5mg/menit sampai maksimum 20mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat diulangi lagi. Diazepam harus diikutui denag dosis rumat fenitoin.
4.      Menit ke-20 hingga ke-60
Berikan fenitoin 20mg/kgBB dengan kecepatan < 50mg/menit pada dewasa dan 1mg/kgBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian.
5.      Setelah 60 menit
Jika status masih berkelanjutan setelah fenitoin 20mg/kg maka berikan fenitoin tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30mg/kg. Jika status menetap, berikan 20mg/kg fenoberbital intravena dengan kecepatan 60mg/menit. Bila apne, berikan bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap, anestesi umum dengan pentobarbital,  midazolam atau propofol.
       Cara lainnya dengan pemberian 50 mg diazepam dalam 250ml dektrosa 5% intravena dengan kecepatan 20 tetes/menit selama 2-3 jam, namun hati-hati karena dapat menyebabkan depresi pernapasan. Selain itu dapat pula diberikan 100 mg fenobarbital intramuskular. Bila sawan menetap beri narkosis umum, pasien dirawat di ruang poerawatan intensif (ICU) agar dapat dilakukan pemantauan sistem kardiorespirasi dan bila terjadi kegagalan respirasi sebagai efek samping pengobatan dapat segera dilakkukan resusitasi. (sumber: Arif Mansjoer, 2000)

B.   ASUHAN KEPERAWATAN

a.      Pengkajian (sumber: Tarwoto, 2007)
1.    Riwayat keperawatan
a.          Riwayat kesehatan
·      Riwayat keluarga dengan kejang
·      Riawayat kejang demam
·      Tumor intrakranial, infeksi cerebral
·      Trauma kepala terbuka, stroke 
b.         Riwayat kejang
·         Berapa sering terjadi kejang
·         Gambaran kejang seperti apa
·         Berapa lama kejang berlangsung
·         Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
·         Apa yang dilakukan pasien setelah kejang 
c.          Riwayat penggunaan obat
·         Nama obat yang dipakai
·         Dosis obat
·         Berapa kali penggunaan obat
·         Kapan putus obat

2.    Pemeriksaan fisik
·           Tingkat kesadaran
·           Ada gerakan-gerakan automatisme, mengedip-edipkan mata
·           Abnormal posisi mata
·           Perubahan pupil
·           Gerakan atau aktivitas motorik
·           Tingkah laku setelah kejang
·           Apnea
·           Cyanosis
·           Saliva yang banyak
·           Lidah tergigit
·           Inkontinensia urine

3.    Psikososial
·           Usia
·           Jenis kelamin
·           Pekerjaan
·           Peran dalam keluarga

·           Strategi koping yang digunakan
·           Gaya hidup dan sistem dukungan yang ada

4.    Pengetahuan pasien dan keluarga
·            Kondisi penyakit dan pengobatan
·            Kondisi kronik
·            Kemampuan membaca dan belajar

5.    Pemeriksaan diagnostik
a.          Laboratorium
·         Darah lengkap
·         Serum elektrolit
·         Fungsi liver
b.         Radiologi
·         Kelainan organik cerebral
·         Identifikasi disfungsi area cerebral

b.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan (sumber: Tarwoto, 2007)
1.    Resiko injuri sehubungan dengan aktivitas kejang.
     Data pendukukung :
-          Riwayat kejang
-          Aktivitas kejang
-          Penggunaan obat anti kejang
Kriteria hasil :
-          Pasien bebas dari kejang
-          Mempertahan integritas fisik
-          Tidak terjadi trauma fisik
-          Tidak terjadi hipoksia dan aspirasi
Intervensi keperawatan :
1.         Pertahankan poissi temapt tidur lebih rendah
2.         Berikan pagar pengaman pada tempat tidur
3.         Sebelum kejang lakukan persiapan : spatel lidah, oksigen, suction dekat     tempat tidur.
4.         Monitor aktivitas kejang.
5.         Selama kejang : pertahankan jalan nafas pasien, lindungi kepala, pasang spatel jika memungkinkan, longgarkan pakaian, jaga privasi pasien.
6.         Catat frekuensi waktu, bagian tubuh yang terjadi kejang.
7.         Laporkan kepada dokter jika kejang tanpa periode kesadaran.

2.    Cemas berhubungan dengan terjadinya kejang, komplikasi kejang dan penerimaan terhadap lingkungan.
Data pendukung :
-          Pasien mengatakan sering kejang, takut terulang kembali.
-          Ekspresi wajah sedih.
-          Pasien gelisah
-          Meningkatnya denyut jantung
Kriteria hasil :
-          Pasien dapat mengungkapkan kecemasan dan apa yang sedang dipikirkan.
-          Pasien dapat meningkatkan koping yang efektif koping yang efektif dalam menghadapi epilepsinya.
Intervensi keperawatan :
1.         Kaji status emosional secara terus menerus, penampilan dan tingkah laku untuk menetapkan reaksi terhadap diagnosa.
2.         Beri kesempatan pasien untuk mendiskusikan secara terbuka tentang perasaan, sikap dan kepercayaan pasien.
3.         Validasi tentang kecemasan pasien dan identifikasi metode koping yang tepat untuk pasien.
4.         Lakukan intervensi khusus, sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien, berikan respons yang positif terhadap pasien.

3.    Gangguan konsep diri : Harga diri yang rendah, identitas diri tidak jelas.
     Data pendukung :
Menderita penyakit epilepsi, tidakdapat mengotrol keadaan diri saat berlangsung.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif/negatif. Secara verbal mempunyai harga diri meningkat. Menerima keadaan dirinya dan perubahan fungsi/peran/gaya hidup yang di hadapinya.
Intervensi Keperawatan :
1.         Diskusikan tentang perasaan yang dihadapi klien.
2.         Dorong pasien untuk mengekspresikan fikiran dan perasaannya.
3.         Kaji kemampuan klien yang positif sesuai dengan keadaan sehingga dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk meningkatkan harga diri klien dan dapat hidup di masyarakat. (sumber: Depkes, 1995)

4.    Kurangnya pengetahuan sehubungan pertama kali terdiagnosa epilepsi, seringnya aktivitas kejang dan status perkembangan usia.
Data pendukung :
-          Pasien menanyakan tentang epilepsi.
-          Pasien menolak tindakan perawatan.
-          Pasien tidak kooperatif dalam keperawatan.
Kriteria hasil :
-          Pasien mendiskusikan faktor yang dapat menimbulkan kejang.
-          Pasien mengungkapkan secara verbal pengetahuan tentang pengobatan.
-          Mengungkapkan secara verbal perubahan gaya hidup untuk menghindari faktor pencetus kejang.
Intervensi keperawatan :
1.         Tetapkan pengetahuan pasien, keluarga tentang epilepsi, tingkat penerimaan.
2.         Berikan penjelasan tentang epilepsi, obat, efek samping.
3.         Informasikan faktor pencetus epilepsi.
4.         Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang perubahan gaya hidup seperti jenis pekerjaan, dan aktivitas hidup.


c.      Evaluasi Keperawatan (sumber: Bruner and Sudarrth, 1997)
1.    Mempertahankan kontrol kejang
a.    Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat yang diberikan.
b.   Mengidentifikasi efek samping obat.
c.    Dapat menghindari faktor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang (cahaya menyilaukan, hiperventilasi, alkohol)
d.   Mengikuti gaya hidup sehat dengan tidur yang cukup dan makan dengan teratur untuk menghindari hipoglikemia.
2.    Meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan.
3.    Meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang epilepsi.
4.    Bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus.


DAFTAR PUSTAKA

ü  Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto.
ü  Suzane c,Bare. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Bruner N Sudarrth). Jakarta : EGC.
ü  Doengoes Marillynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
ü  Asuhan Keperawatan Pada klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. 1995. Jakarta : Depkes.
ü  Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius Fak. Kedokteran UI.



No comments:

Post a Comment

Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi manusia baik pria maupun wanita memiliki struktur organ internal dan eksternalnya masing- masing. Setiap organ dalam sist...