PERAWATAN LUKA BAKAR DENGAN MADU
Keperawatan Sistem Integumen
E.Learnig Penanganan Masalah
Sistem Integumen
Fakultas Keperawatan
Universitar Airlangga
2011
LUKA BAKAR
1. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Klasifikasi luka bakar meliputi :
tingkat I: Hanya mengenai epidermis,
tingkat II: dibagi menjadi superfisial dan dalam,
tingkat III: Mengenai seluhur tebal kulit, tidakada lagi
sisa elemen epitelial.
2. Analisis kasus
Ny. Z (26 tahun) datang ke RS. Dr. Soetomo dengan keluhan
luka bakar pada perut dan kedua kaki (tibia-pedis) akibat kecelakaan angkot
yang terguling dan terbakar. Pasien rujukan dari RS. Gresik. Pasien didiagnosa
dengan Combutio grade II AB 35%+fraktur humerus sinistra 1/3 distal. Pasien
mendapatkan terapi infuse Tutofusin 1000 cc/24 jam, infuse kalbamin, meropenom
3x1 mg, omeprazole 1x40 mg, ondancentron 2x1 ampul, vitamin C 2x2 ampul,
transamin 3x1 ampul, novalgin 3x1 ampul, susu 4x250cc, AP min 1000, dulcolax 1x1
bila perlu, ekstra jus buah, ekstra agar-agar, bubur kasar TKTP
1) ROS (Review Of System)
·
Breathing (B1) :
irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, RR:22x/m
·
Blood (B2) :
TD : 124/67 mmHg, N : 120 x/m, suhu : 380 C, irama jantung regular,
suara jantung normal, CRT <2 detik.="" span="">2>
·
Brain (B3) : GCS : 4-5-6, konjunctiva anemis,
nyeri pada bagian tubuh yang terbakar.
·
Bladder (B4) : produksi urine ± 8500 cc/hari, intake
cairan oral : 7000cc/hari, parenteral : 2100 cc/hari, pasien memmakai alat
bantu kateter sejak 20 Mei 2011.
·
Bowel (B5) : mukosa mulut bersih, abdomen tegang,
sudah 7 hari pasien belum BAB, nafsu makan menurun, diet lunak.
·
Bone (B6) : pergerakan sendi terbatas, fraktur
humerus sinistra 1/3 distal, luka bakar grade II AB, luas : 35%.
2) Intervensi Keperawatan
1)
Dx : Gg. Rasa nyaman : Nyeri b.d terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder terhadap luka bakar.
Tujuan :
Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien
mengungkapkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, menunjukan ekspresi wajah
rileks, skala nyeri 0-1
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji tingkat nyeri,
catat lokasi, karateristik, durasi, dan skala nyeri (0-10)
b.
Mengajarkan
tehnik relaksasi dan metode distraksi
c.
Kolaborasi analgesik
|
a.
Sebagai pengukur intervensi.
b.
Akan melancarkan
peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
c.
Analgesik memblok
lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang.
|
2)
Dx : Kerusakan integritas kulit b.d trauma
sekunder terhadap kerusakan jaringan karena destruksi lapisan kulit (partial).
Tujuan : dalam perawatan 2x24 jam Px
menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil : - pasien menunjukkan turgor
kulit normal, Integritas kulit pasien pulih.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Lakukan
perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
b.
Pasang balutan (kain nilon/membrane
silikon) pada seluruh area luka
|
a.
Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan
menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
b.
Kain nilon mengandung kolagen porcine
peptida yang melekat pada permukaan luka
|
3.
Penatalaksanaan
Sebagian kasus luka bakar dapat dicegah, terutama dengan memberi
pengertian serta memberi edukasi perilaku untuk orang-orang yang berkecimpung
dengan berbagai penyebab luka bakar. Penggunaan bahan-bahan isolator juga
bermanfaat untuk mengurangi risiko kejadian luka bakar.
Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada
penderita trauma-trauma lainnya, harus ditangani secara teliti dan sistematik.
Prioritas pertama pada penderita luka bakar yang harus diperhatikan ialah jalan
napas, proses bernapas, dan perfusi sistemik. Bila diperlukan, harus segera
dilakukan intubasi endotrakeal atau pemasangan infus untuk mempertahankan
volume sirkulasi. Selanjutnya, anamnesis untuk mengetahui penyebab dan
memperkirakan perjalanan penyakit serta pemeriksaan fisik untuk memperoleh
kelainan pada pasien mutlak diperlukan. Misalnya, apabila penderita terjebak
pada ruang tertutup, maka perlu dicurigai kemungkinan trauma inhalasi. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan derajat dan luas luka bakar.
Pemeriksa wajib memakai sarung tangan steril bila akan melakukan
pemeriksaan. Penderita harus dijauhkan dari sumber panas, termasuk melepas
pakaiannya bila terbakar. Untuk membebaskan jalan napas dapat dipasang pipa
endotrakea. Apabila memerlukan resusitasi, dapat diberikan cairan Ringer Laktat
dengan jumlah 30-50 cc/ jam. Dilakukan pemasangan kateter Foley untuk memonitor
jumlah urin yang diproduksi serta pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi
gastrik. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena. Obat
yang umum dipergunakan pada nyeri luka bakar ialah golongan opioid, NSAID, dan
obat anestesi.
Bila diperlukan, tetanus toksoid dapat diberikan. Pencucian luka di kamar
operasi dalam keadaan pembiusan umum. Setelah bersih dioles dengan sulfadiazin
perak topikal sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal, lalu
pada hari kelima kasa dibuka dan penderita dimandikan dengan air dicampur
Savlon 1:30.
Berdasarkan penelitian, pemberian propanolol dapat menghambat proses
metabolisme sehingga memberikan kesempatan tubuh mengadakan respon anabolic
untuk proses penyembuhan pasien. Pada evaluasi pemberian propanolol jangka
panjang belum ditemukan efek samping.
4.
Manajemen Luka Bakar Dgn Madu
Khan
et al (2007), mendeskripsikan fakta nutrisional dari madu. Rata-rata, madu
tersusun atas 17,1 % air, 82,4% karbohidrat total, dan 0,5% protein, asam
amino, vitamin dan mineral. Sebagai agen penyembuh luka, madu memiliki 4
karakteristik yang efektif melawan pertumbuhan bakteri. Karakteristik itu itu
adalah tinggi kandungan gula, kadar kelembapan rendah, asam glukonik (yang
menciptakan lingkungan asam, pH 3,2-4,5) dan hidrogen peroksida. Kadar gula
yang tinggi dan kadar kelembapan yang rendah akan membuat madu memiliki
osmolaritas yang tinggi, yang akan menghambat pertumbuhan bakteri.
Subrahmanyam
(1998) membandingkan keefektifan madu dan silver sulphadiazine (SSD) pada luka
bakar superficial. Beliau menemukan bahwa pada hari ketujuh observasi, 84%
pasien yang dirawat menggunakan madu menunjukkan epitelialisasi yang memuaskan,
dan pada luka-luka yang dirawat dengan SSD 72% epitelialisasi dengan sel
inflamasi. Pada hari keduapuluh satu, 100% epitelialisasi dicapai oelh luka
yang dirawat dengan madu, sedangkan luka yang dirawat dengan SSD 84% nya
mengalami epitelialisasi. Moore et al (2001) mengidentifikasi bahwa waktu
penyembuhan luka lebih singkat secara signifikan pada madu, tetapi kepercayaan
diri untuk menggunakan madu dalam lingkup klinis masih rendah.
Secara
histologis, madu dapat menstimulasi pertumbuhan jaringan, mengurangi inflamasi
dan meningkatkan epitelialisasi (Oryan, 1998 cit. Molan, 2006). Secara
makroskopis riset juga menunjukkan fungsi debridement dari madu.
Pada
luka yang dirawat dengan madu, menunjukkan kontrol infeksi yang lebih baik
dibandingkan dengan luka yang dirawat dengan SSD. Kejadian alergi terhadap madu
sangat jarang, meskipun mungkin ada respon alergi terhadap polen atau protein
lebah yang terkandung didalam madu.
Referensi
Anonim.
2008. Perawatan Luka Bakar. http://bedahumum.wordpress.com/2008/12/06/perawatan-luka-bakar/. 16 Juni 2011
Anonim.
2010. Manajemen Luka Bakar. http://tbm110.0rg/artikel-medis/manajemen-luka-bakar.
16 Juni 2011
Carpenito,J,L.
1999. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2 (terjemahan). Jakarta: EGC
Dahlan,
Ishandono dan M. Rosadi Siswandana. 2002. Penggunaan Propanolol Untuk
Menghambat Proses Katabolisme Pada Pasien Luka Bakar, Jurnal Berkala Ilmu
Kedokteran XXXVI (1) UGM. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/tipejurnal.php/. 16 Juni 2011
Doenges
M.E.1989. Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Kartini,
Monica. 2009. Efek Penggunaan Madu dalam Manajemen Luka Bakar, Jurnal
Kesehatan, Volume 2 No. 2.
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22091720.pdf. 16 Juni 2011
Khan
et al. 2007. Review Article: Honey: Nutritional and Medicinal Value,
International Journal of Clinical Practice. Volume 61, Number 10. http://www.blackwell-synergy.com.
Tanggal 16 Juni 2011
Moore
et al. 2001. Systematic Review of The Use of Honey as a wound Dressing.
BMC-Complementary and Alternative Medicine, Volume 1:2, Database of Abstrac of
Review of Effect (DARE). http://www.crd.york.ac.uk/CRDWeb/ShowRecord.asp?ID=12001008179.
Tanggal 16 Juni 2011
Subrahmanyam, M. 1998.
A Prospective Randomised Clinical and Histological Study of Superficial Burn
Wound Healing with Honey and Silver Sulfadiazine, Journal of The
International Society for Burn Injuries, Volume 24, Issue 2