1. Pengertian
Carcinoma sel ginjal (renal
cell carcinoma) adalah tumor malignansi renal tersering, dua kali lebih sering
ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Kebanyakan tumor sel
ginjal ditemukan di parensim renal dan menimbulkan gejala yang baru. (Sumber
:Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
Karsinoma ini lebih sering
mengenai laki-laki dengan perbandingan 2,7:1. Biasanya dijumpai sebagai tumor
yang superficial dan pada umumnya belum disertai metastasis, namun frekuensinya
tinggi. Terjadinya tumor ini banyak dihubungkan dengan kebiasaan merokok,
pemakaian zat pemanis buatan, penggunaan siklofosfamid, trauma fisis seperti
infeksi, instrumentasi dan batu, dan kontak lama dengan zat-zat kimia pewarna,
bahan-bahan karet dan kulit. (Sumber :
Kapita Selekta Kedokteran)
Kanker kandung kemih lebih
sering ditemukan pada pasien-pasien yang berusia diatas 50 tahun dan lebih
banyak mengenai laki-laki dari pada wanita (3:1). Statistik menunjukkan bahwa
tumor ini menyebabkan hampir 1 dari 25 kasus kanker yang terdiagnosis di
Amerika Serikat. Ada dua bentuk kanker kandung kemih, yaitu: bentuk superficial
(yang cenderung kambuhan) dan bentuk invasive, sementara tipe lainnya tumor
tersebut adalah sel skuamosa dan adenokarsinoma. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)
Karsinoma sel ginjal
(adenokarsinoma renal, dulu disebut “hipernefroma”). Insidens puncak usia
adalah antara 55 dan 60 tahun, ratio laki-laki dibandingkan perempuan adalah
2:1. Lingkungan faktor risiko meliputi pemajaman terhadap asap rokok dan
cadmium. Bentuk herediter karsinoma sel ginjal yang pada umumnya multifokus dan
bilateral, terjadi dalam proporsi yang tinggi pada pasien-pasien dengan penyakit
von Hipple-Lindau (hemangioma pada retina dan system saraf pusat, transmisi
yang dominan otosom). Defek genetik yang disertai dengan penyakit telah
dijumpai. Translokasi pertanda kromosomal antara kromosom 3 dan 8 dan 3 dan 11
ditemukan pada beberapa keluarga dengan kanker ginjal familial. Kelainan
sitogenetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 1, 11, dan 17. Pasien
penyakit ginjal stadium akhir yang menerima dialisis kronis dapat berkembang menjadi
penyakit kistik ginjal dan disertai karsinoma ginjal. Karsinoma sel ginjal
timbul pada epithelium tubulus kontortus proksimal. Istilah hipernefroma untuk
karsinoma sel ginjal (mencerminkan gagasan yang telah dipercaya sebelumnya,
yaitu berasal dari sel “sisa” adrenal) harus diabaikan. (Sumber :Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol. 3)
Kanker ginjal adalah suatu penyakit karsinoma sel ginjal
(adenokarsinoma renalis, hipernefroma), yang berasal dari sel-sel yang melapisi
tubulus renalis. (Sumber :
Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)
2. Etiologi
1.
Penyebabnya
tidak diketahui secara pasti, kelemahan dihubungkan dengan perokok.
2.
Umumnya
ditemukan pada orang berusia antara 50-60 tahun.
3.
Kanker
agresif cepat menyebar, kadang sebelum terdiagnosis.
(Sumber
:Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
Faktor resiko untuk kanker
kandung kemih mencakup karsinogen dalam lingkungan kerja, seperti bahan
pewarna, karet, bahan kulit, tinta atau cat. Faktor risiko lainnya adalah
infeksi bakteri kambuhan atau kronis pada saluran kemih dan kebiasaan merokok.
Kanker kandung kemih dua kali lebih banyak menyerang perokok daripada yang
bukan perokok. Disamping itu, terdapat kemungkinan hubungan antara kebiasaan
minum kopi dan kanker kandung kemih. Skitosimiasis kronis (infeksiparasit yang
mengiritasi kandung kemih) juga merupakan faktor risiko. Kanker yang tumbuh
dari kelenjar prostat, kolon serta rectum pada laki-laki dan dari traktus
ginekologis bawah pada wanita dapat bermetastasis ke kandung kemih. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Vol. 2)
Penyebab
mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menemukan
faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko terjadinya kanker
ginjal. Resiko terjadinya karsinoma sel ginjal meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Kanker ini paling sering
terjadi pada usia 50-70 tahun. Pria memiliki resiko 2 kali lebih besar dibandingkan wanita. (Sumber : Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)
3. Klasifikasi
Ta :Tumor
terbatas pada epithelium
Tis :
Karsinoma in situ
T1 :
Tumor sampai dengan lapisan subepitelium
T2 :
Tumor sampai dengan lapisan otot superficial
T3a :
Tumor sampai dengan lapisan otot dalam
T3b :
Tumor sampai dengan lemak perivesika
T4 :
Tumor sampai dengan jaringan di luar buli-buli: prostat, uterus, vagina,
dinding pelvis, dan dinding andomen
Stadium Ta, Tis, dan T1 digolongkan
sebagai tumor superficial, sedangkan stadium T2 sampai dengan T4 digolongkan
sebagai tumor invasive.
Stadium
Stadium 0a Ta N0 M0
Stadium 0is Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2a N0 M0
T2b N0 M0
Stadium III T3a N0 M0
T3b N0 M0
T4a N0 M0
Stadium IV T4b N0 M0
Setiap
T N1 M0
Setiap
T N2 M0
Setiap
T N3 M0
Setiap
T Setiap N M1
(Sumber
:Kapita Selekta Kedokteran)
Klasifikasi
didasarkan pada penyebab molekular tumor ini:
a. Karsinoma Sel Jernih:
Karsinoma tersebut adalah tipe tersering membentuk 70%-80% dari kanker sel ginjal. Terdiri atas sel yang sitoplasmanya jernih atau granular. Mayoritas kasus bersifat sporadik, namun ada pula kasus familial atau kasus yang berkaitan dengan penyakit Von Hippel-Lindau (VHL). VHL adalah suatu penyakit dominan autosomal yang ditandai dengan predisposisi berbagi neoplasma, terutama hemangioblastoma serebelum dan retina. Pasien dengan sindrom VHL mewarisi mutasi germinal gen VHL di kromosom 3p25 dan kehilangan alel kedua akibat mutasi somatik. Hilangnya kedua salinan gen penekan tumor ini menyebabkan karsinoma sel jernih.
b. Karsinoma sel ginjal papilaris:
Tumor ini membentuk 10%-15% dari semua kanker ginjal. Tumor ini memperlihatkan pertumbuhan papilar. Tumor ini sering multifokal dan bilateral. Tumor ini terdapat dalam bentuk familial dan sporadik. Penyebab tumor ini adalah protoonkogen MET yang terletak di kromosom 7q31. Gen MET adalah suatu reseptor tirosin kinase untuk faktor pertumbuhan yang disebut faktor pertumbuhan hepatosit. Pada tumor ini terjadi kelebihan gen MET akibat penambahan dua sampai tiga kali lipat di kromosom 7. Pada kasus familial, sering ditemukan trisomi kromosom 7. Pada kasus sporadik terdapat trisomi kromosom 7 namun tifak terjadi mutasi gen MET. Tidak ada onkogen spesifik yang dilaporkan berkaitan dengan kromosom ini.
a. Karsinoma Sel Jernih:
Karsinoma tersebut adalah tipe tersering membentuk 70%-80% dari kanker sel ginjal. Terdiri atas sel yang sitoplasmanya jernih atau granular. Mayoritas kasus bersifat sporadik, namun ada pula kasus familial atau kasus yang berkaitan dengan penyakit Von Hippel-Lindau (VHL). VHL adalah suatu penyakit dominan autosomal yang ditandai dengan predisposisi berbagi neoplasma, terutama hemangioblastoma serebelum dan retina. Pasien dengan sindrom VHL mewarisi mutasi germinal gen VHL di kromosom 3p25 dan kehilangan alel kedua akibat mutasi somatik. Hilangnya kedua salinan gen penekan tumor ini menyebabkan karsinoma sel jernih.
b. Karsinoma sel ginjal papilaris:
Tumor ini membentuk 10%-15% dari semua kanker ginjal. Tumor ini memperlihatkan pertumbuhan papilar. Tumor ini sering multifokal dan bilateral. Tumor ini terdapat dalam bentuk familial dan sporadik. Penyebab tumor ini adalah protoonkogen MET yang terletak di kromosom 7q31. Gen MET adalah suatu reseptor tirosin kinase untuk faktor pertumbuhan yang disebut faktor pertumbuhan hepatosit. Pada tumor ini terjadi kelebihan gen MET akibat penambahan dua sampai tiga kali lipat di kromosom 7. Pada kasus familial, sering ditemukan trisomi kromosom 7. Pada kasus sporadik terdapat trisomi kromosom 7 namun tifak terjadi mutasi gen MET. Tidak ada onkogen spesifik yang dilaporkan berkaitan dengan kromosom ini.
c. Karsinoma Ginjal Kromofob
Merupakan karsinoma paling jarang. Tumor ini berasal dari duktus koligentes korteks. Sel tumor berwarna lebih gelap dibandingkan dengan karsinoma sel jernih. Tumor ini bersifat unik karena memperlihatkan hilangnya beberapa kromosom secara keseluruhan 1,2,6,10,13,17, dan 21. Oleh karena itu, mutasi penentu belum dikatehui pasti. (Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)
Merupakan karsinoma paling jarang. Tumor ini berasal dari duktus koligentes korteks. Sel tumor berwarna lebih gelap dibandingkan dengan karsinoma sel jernih. Tumor ini bersifat unik karena memperlihatkan hilangnya beberapa kromosom secara keseluruhan 1,2,6,10,13,17, dan 21. Oleh karena itu, mutasi penentu belum dikatehui pasti. (Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)
4. Manifestasi
klinis
1.
Tumor
tanpa disertai gejala dan ditemukan pada pemeriksaan fisik secara teratur. Saat
melakukan palpasi ditemukan massa pada daerah abdomen.
2.
Lemah,
anemia, berat badan menurun, dan demam akibat efek sistemik kanker ginjal.
3.
Classical
triad (gejala lambat).
a.
Hematuria:
intermiten atau terus-menerus pada pemeriksaan mikroskopis dan kasat mata.
b.
Nyeri
pinggul: distensi kapsul ginjal dan invasi sekitar struktur ginjal.
c.
Teraba
massa pada pinggul.( Sumber :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan)
Keluhan yang paling utama
adalah hematuria (85-90%) baik mikroskopik maupun makroskopik tanpa disertai
rasa nyeri dan intermiten. Pada sebagian kecil pasien dapat dijumpai keluhan
iritasi buli seperti frekuensi, urgensi, dan disuria. Keluhan obstruksi juga
dapat ditemukan bila tumor menyumbat muara uretra interna leher kandung kemih.
Keluhan yang menunjukkan penyakit telah lanjut misalnya nyeri tulang terjadi
apabila metastasis ke tulang atau sakit pinggang bila metastasis
retroperitoneal atau obstruksi ureter juga dapat ditemukan.Pada pemeriksaan
fisis biasanya tidak dijumpai kelainan. Penebalan kandung kemih atau terabanya
massa tumor baru didapatkan dengan perabaan bimanual pada pasien dengan
pengaruh obat anastesi bila tumor berukuran besar atau invasive. Massa tumor teraba
bila ukurannya sangat besar atau sudah tumbuh ke luar dinding kandung kemih.
Bila telah terjadi metastasis dapat ditemukan hepatomegali atau limfadenopati
supraklavikula.(Sumber :Kapita Selekta
Kedokteran)
Tumor ini biasanya muncul
dari basis vesika urinaria dan meliputi orifisium uretra serta kolumna vesika
urinaria (leher kandung kemih). Hematuria berat dan tanpa nyeri adalah gejala
kanker kandung kemih yang paling sering ditemukan. Infeksi saluran kemih merupakan
komplikasi yang lazim terdapat dan menyebabkan gejala berkemih yang sering,
urgensi dan disuria. Namun demukian, setiap perubahan pada urinasi atau
perubahan urin dapat mnunjukkan adanya kanker kandung kemih. Nyeri di daerah
panggul atau punggung dapat terjadi pada metastasis kanker tersebut. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Vol. 2)
Tanda dan gejala yang
mungkin terjadi :
a.
Nyeri pada sisi ginjal yang terkena
b.
Penurunan berat badan
c.
Kelelahan
d.
Demam yang hilang-timbul.
(Sumber
: Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan Edisi 2)
5. Komplikasi
Metastase yang kuat ke berbagai organ, seperti:
1.
Sumbatan
arteri.
2.
Perdarahan.
3.
Kehilangan
fungsi ginjal.
(Sumber :Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
6. Prosedur
diagnostik
Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba/dirasakan
benjolan di perut. Jika dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa
pemeriksaan sebagai berikut:
·
Urografi
intravena
·
USG
·
CT
scan
·
MRI
bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
Jika tumornya berupa kista, bisa
diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa. Aortografi dan
angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri
renalis. (Sumber
: Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan Edisi 2)
Prosedur diagnostic yang
biasa dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan laboratorium
rutin
Biasanya tidak ditemukan kelainan
selain hematuria. Anemia dapat dijumpai sebagai tanda adanya perdarahan kronis
atau pendesakan sel metastasis ke sumsum, sedangkan uremia dapat dijumpai
apabila tumor menyumbat kedua muara ureter baik karena obstruksi tumornya
sendiri ataupun limfadenopati.
2. Pemeriksaan radiologi
Dilakukan foto polos abdomen,
pielografi intravena, dan foto torax. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
keadaan traktus urinarius yaitu berupa adanya gangguan fungsi eksresi ginjal,
hidronefrosis, hidroureter, dan filling defect pada buli-buli, menilai
infiltrasi tumor ke dinding buli-buli, dan melihat adanya metastasis regional
atau jauh.
3. Sitoskopi dan biopsy
Pada persangkaan adanya tumor
buli-buli maka pemeriksaan sitoskopi adalah mutlak dilakukan, bila perlu pdapat
dilakukan CT-scan. Pada pemeriksaan sitoskopi, dapat dilihat adanya tumaor dan
sekaligus dapat dilakukan biopsi atau reseksi tumor yang juga merupakan
tindakan pengobatan pada tumor-tumor superficial. (Sumber :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan)
7. Penatalaksanaan
dan terapi
Penatalaksanaan tergantung
stadium tumor.
Pada pasien dengan tumor superficial
yang hanya menjalani pengobatan dengan TUR (disertai atau tidak disertrai
kemotrapi intravesika), control sitoskopi berkala mutlak dikerjakan. Sedangkan
pada pasien yang menjalani pengobatan dengan sistektomi radikal dilakukan foto
toraks berkala. (Sumber :Kapita Selekta
Kedokteran)
Penatalaksanaan kanker
kandung kemih superficial merupakan suatu tantangan karena biasanya sudah
terjadi abnormalitas yang meluas pada mukosa kandung kemih. Keseluruhan lapisan
dinding saluran kemih atau urotelium menghadapi resiko meningkat perubahan
karsinomatosa bukan hanya ditemukan dalam mukosa kandung kemih tetapi juga
dalam mukosa pelvis renal, ureter dan uretra. Kekambuhan merupakan masalah yang
serius, kurang lebih 25% hingga 40% tumor superficial akan kambuh kembali
sesudah dilakukan fulgerasi atau reseksi transuretra.
Kemoterapi dengan
menggunakan kombinasi metoreksat, vinblastin, doxorubisin (adriamisin), dan
cisplatin (M-VAC) terbukti efektif untuk menghasilkan remisi parsial karsinoma
sel transisional kandung kemih pada sebagian pasien. Kemoterapi intravena dapat
dilakukan bersama dengan terapi radiasi.
Kemoterapi topikan
(kemoterapi intravesikal atau terapi dengan memasukkan larutan obat
antineoplastik ke dalam kandung kemih yang membuat obat tersebut mengenai
dinding kandung kemih) dapat dipertimbangkan jika terjadi resiko kekambuhan
yang tinggi, jika terdapat kanker in situ atau jika reseksi tumor tidak tuntas.
Kemoterapi topical adalah pemberian medikasi dengan konsentrasi yang tinggi
(thiotepa, doxorubisin, mitomisin, ethoglusid dan Bacillus Calmette-Guerin atau
BCG) untuk meningkatkan penghancuran jaringan tumor. BCG kini dianggap sebagai
preparat intravesikal yang paling efektif untuk kanker kandung kemih yang
kambuh karena preparat ini akan menggalakkan respons imun tubuh terhadap
kanker. Pasien dibolehkan makan dan minum sebelim prosedur pemasukkan
(instilasi) obat dilaksanakan, tetapi setelah kandung kemih terisi penuh,
pasien harus menahan larutan preparat intravesikal tersebut selama 2 jam
sebelum mengalirkannya keluar dengan berkemih. Pada akhir prosedur, pasien
dianjurkan untuk buang air kecil dan meminum cairan sekehendak hati (adlibitum)
untuk membilas preparat tersebut dari dalam kandung kemih.
Sistektomi sederhana (pengangkatan
kandung kemih) atau sistektomi radikal dilakukan pada kanker kandung kemih yang
invasive atau multifocal. Sistektomi radikal pada pria meliputi pengankatan
kandung kemih, prostat serta vesikulus seminalis dan jaringan vesikal
disekitarnya. Pada wanita, sistektomi radikal meliputi pengangkatan kandung
kemih, ureter bagian bawah, uterus, tuba falopi, ovarium, vagina anterior dan
uretra. Operasi ini dapat mencakup pula limfadenektomi (pengankatan nodus
limfatikus). Pengangkatan kandung kemih memerlukan prosedur diversi urin.
Kanker kandung kemih juga
dapat diobati dengan infuse langsung preparat siotoksik melalui suplai darah
arterial organ yang terkena sehingga bisa tercapai konsentrasi preparat
kemoteurapeutik yang lebih tinggi dengan efek toksik sistemik yang lebih kecil.
Untuk kanker kandung kemih yang lebih lanjut atau pasien dengan hematuria yang
membandel (khususnya setelah terapi radiasi), sebuah balun besar berisi air
yang ditempatkan dalam kandung kemih akan membuat nekrosis tumor dengan mengurangi
suplai darah ke dinding kandung kemih (terapi hidrostatik). Terapi instilasi
dengan cara memasukkan larutan formalin, fenol atau perak nitrat dapat
meredakan gejala hematuria dan stranguria (pengeluaran urin yang lambat dan
nyeri) pada sebagian pasien. (Sumber
:Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)
8. Asuhan
keperawatan
A. Pengkajian
keperawatan
1.
Kaji
manifestasi klinis penyakit sistemik: kelelahan, anoreksia, pucat, demam, dan
adanya metastase
2.
Monitor
efek samping, komplikasi diagnosis, dan pengobatan
3.
Kaji
nyeri dan kontrol kemampuan koping
B. Diagnosis
keperawatan
1.
Cemas
berhubungan dengan diagnosis kanker dan kemungkinan metastase penyakit ditandai
dengan:
·
DS:
melaporkan cemas akibat penyakitnya
·
DO:
ekspresi wajah tegang, sulit tidur dan istirahat, perubahan tanda vital, selalu
bertanya tentang diagnosis penyakit kanker, CT atau MRI bagi pasien dengan USG
didapatkan tumor, lemah, anemia, berat badan menurun, demam akibat efek,
sistemik kanker ginjal, hematuria intermiten atau terus menerus pada pemeriksaan
mikroskopis dan kasat mata, nyeri pinggul dari distensi kapsul ginjal, teraba
massa pada pinggul, nyeri dan hipertermia berhubungan dengan sindrom
paskainfarsi (posinfartion syndrome).
2.
Nyeri
dan hipertermia berhubungan dengan sindrom pascainfarsi ditandai dengan:
·
DS:
melaporkan nyeri pada panggul
·
DO:
nyeri saat palpasi di daerah pinggul, wajah meringis, menahan sakit, teraba massa
di pinggul saat palpasi, kenaikan suhu tubuh.
C. Intervensi
keperawatan
Diagnosis
keperawatan 1
Tujuan:
mengurangi cemas
1.
Jelaskan
setiap diagnostik, tujuan, dan kemungkinan reaksi.
Minta
pasien untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) jika
diindikasikan.
2.
Kaji
pemahaman pasien tentang diagnosis dan pengobatan pilihan. Jawab pertanyaan dan
bantu melalui diskusi dengan perawat kesehatan jika dibutuhkan.
3.
Bantu
pasien mendiskusikan perasaan takut serta libatkan keluarga dan lainnya dalam
penyuluhan kesehatan.
Diagnosis
keperawatan 2
Tujuan:
gejala dan sindrom pascainfarsi terkontrol
1.
Berikan
analgesic sesuai resep untuk mengontrol nyeri pinggul dan abdomen.
2.
Istirahat
dan bantu mengatur posisi selama 2-3 hari hingga gejala hilang.
3.
Evaluasi
suhu tubuh setiap 4 jam dan berikan antipiretik sesuai indikasi.
4.
Perhatikan
asupan oral dan lakukan pemasangan infus hingga pasien tidak muntah
5.
Berikan
antiemetik sesuai program
D. Evaluasi
1.
Bertanya
dan menunjukkan perasaan takut
2.
Tidak
panas dan melaporkan bahwa nyeri berkurang
3.
(Sumber
:Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
No comments:
Post a Comment