A. Pengertian
Stroke/CVD
(Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai oksigen ke sel-sel syaraf
yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah yang memperdarai
otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart, 2002)
Stroke
merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat
menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri serebrum, akibat
embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau akibat perdarahan
otak. (Corwin, 2001)
Sroke
merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani secara
tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)
B.
Etiologi
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis
ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa
keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a.
Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
- Lumen arteri menyempit dan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
- Oklusi
mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
-.Merupakan
tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
- Dinding
arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b.
Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental ,
peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah
serebral.
c.
Arteritis( radang pada arteri )
2.
Emboli
Emboli serebral merupakan
penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli
:
a. Katup-katup jantung yang rusak
akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia
menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan
non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3.
Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau
intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam
jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab
perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya
defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari
atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari
vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous,
terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena.
e. Ruptur
arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
4.
Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun
akibat aritmia
5.
Hipoksia setempat
a. Spasme
arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak
disertai sakit kepala migrain.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko stroke dapat
dikelompokan sebagai berikut :
1. Akibat adanya kerusakan pada
arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2. Penyebab
timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI.
Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic,
tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor
pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )
5. Bukti-bukti yang
menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya
: penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada
ektremitas.
Kemudian ada yang menunjukan
bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan
prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut
diantaranya, adalah:
1. Merokok, memang merokok
dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.
2. Latihan, orang mengatakan
bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian
tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut
berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu
berat dapat menimbulkan MCI.
3. Seks dan seksual
intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke
tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.
4. Obesitas. Dinyatakan
kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara
medis yang menyatakan hal ini.
5. Riwayat keluarga.
Ada
beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1.
Hipertensi
dapat
disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan
pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu
aliran darah cerebral.
2.
Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya
kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti
oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu
dapat menimbulkan perdarahan.
3.
Kelainan
jantung / penyakit jantung
Paling
banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4.
Diabetes
mellitus (DM)
Penderita
DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan
viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan
adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah serebral.
5.
Usia
lanjut
Pada usia
lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6.
Polocitemia
Pada
policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga
perfusi otak menurun.
7.
Peningkatan
kolesterol (lipid total)
Kolesterol
tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus
dari lemak.
8.
Obesitas
Pada
obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah
otak.
9.
Perokok
Pada
perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang
aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
(Sumber :
Brunner and Suddarth)
D. Klasifikasi
Berdasarkan
proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan
gejala kliniknya, yaitu :
1.
stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga
perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat
istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah
akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2.
stroke
non hemoragik
Dapat
berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan,
kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia
jaringan otak.
Stroke
non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya,
yaitu :
·
TIA’S
(Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit
atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam.
·
Rind
(Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang
secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..
·
stroke in
Evolution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya
berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
·
Complete
Stroke
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap
atau permanent.
(Sumber :
Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta)
Menurut
perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA (
Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke
yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana
gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
E.
Patofisiologi
Aliran darah di setiap otak terhambat karena
trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot,
kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti
jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan
pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan).
(Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh
ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid,
sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di
sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan
darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di
sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional
kortikal, sub kortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena
daerah perdarahan suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/
suplai darah tidak disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang
bersangkutan tersumbat atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut bias
terjadinya anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak berkurang sampai
24-30 ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan
bila otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak,
maka akan terjadi infark jaringan otak yang permanen.(Sumber : DepKes 1993)
Pathway Stroke |
F. Manifestasi
Klinis
·
Kehilangan
motorik
Stroke
adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada satu
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan
hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflek tendon dala ini
muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan
spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena
dapat dilihat.
·
Kehilangan
komunikasi
Fungsi otak
lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah
penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan sebagai berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukan dengan bicara yang sulit dan dimengerti disebabkan oleh paralisis
otot yang bertanggung jawab untuk mneghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara
defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
·
Gangguan
persepsi
Ketidakmampuan
untuk meninterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi
visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori.
·
Kerusakan
fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini
dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lipa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
akan diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain yang umum terjadi yaitu labilitas emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
·
Disfungsi
kandung kemih
Setelah
stroke mungkin pasien mengalami inkontinensia urinarius sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal/bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang setelah
stroke kandung kemih menjadi atonik. Dengan kerusakan sensasi dalam respon
terhadap pengisian kandung kemih.
(Sumber :
Brunner and Suddarth)
G.
Prosedur Diagnostik
1. Angiografi cerebral membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan : memperlihatkan adanya
oedem
3. MRI : mewujudkan daerah yang
mengalami infark
4. Penilaian kekuatan otot
5. EEG : mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak.
(Sumber :
Doenges)
H. Penatalaksanaan
Keperawatan
Penderita
yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar
hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama
stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa
prinsip.
Secara
praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah
1) Penanganan suportif imun
a.
Pemeliharaan
jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
b.
Pemeliharaan
volume dan tekanan darah yang kuat.
c.
Koreksi
kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2) Meningkatkan darah cerebral
a. Elevasi tekanan darah
b. Intervensi bedah
c. Ekspansi volume intra vaskuler
d. Anti koagulan
e. Pengontrolan tekanan intrakranial
f. Obat anti edema serebri steroid
g. Proteksi cerebral (barbitura)
macam-macam
obat yang digunakan ( Sumber : Lumban Tobing )
1. Obat anti agregrasi trombosit
(aspirasi)
2. Obat anti koagulasi : heparin
3. Obat trombolik (obat yang dapat
menghancurkan trombus)
4. Obat untuk edema otak (larutan
manitol 20%, obat dexametason)
I. Komplikasi
Komplikasi
stroke meliputi :
·
Hipoksia
serebral, diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit dalam mebantu
mempertahankan oksigenasi jaringan.
·
Penurunan
aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi
atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
·
Embolisme
serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke
otak selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. (Sumber : Brunner and
Suddarth)
J.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
·
Anamnesis
Kelainan system saraf bias menimbulkan berbagai
macam gejala, diantaranya:
o Nyeri kepala
o Kejang, pingsan, gerakan aneh
o Pening atau vertigo
o Masalah penglihatan
o Kelainan pengdiuman atau
penglihatan
o Kesulitan berbicara
o Kesulitan menelan
o Kesulitan berjalan
o Ekstremitas lemah
o Gangguan sensori
o Gerakan involunter dan tremor
o Masalaha pengendalian sfinkter
(buang air besar atau kecil)
o Gangguan fungsi mental luhur,
seperti bingung atau perubahan kepribadian
·
Riwayat
penyakit dahulu
o Adakah penyakit gangguan
neurolohis lainnya ?
o Adakah riwayat penyakit sistemik,
khususnya kelainan kardiovaskuler ?
·
Obat
obatan
·
Riwayat
keluarga
Adakah
riwayat penyakit neurologis dalam keluarga?
·
Riwayat
sosial
·
Pemeriksaan
fisik
o
Bagaimana
tingkat kesadaran pasien, tentukan dengan skor koma Glasgow
o
Pandanglah
pasien, apakah ada kelainan postur yang jelas, pengecilan otot atau tremor?
o
Periksa
ekstremitas atas
a. Lakukan inspeksi untuk mencari
pengecilan otot yang jelas, tremor, fasikulasi, deformitas, dan perubahan warna
kulit.
b. Periksa kekuatan, bandingkan
kedua lengan. Gunakan skala MRC :
0 lumpuh
sempurna
1 masih
terlihat kontraksi
2 gerak
aktif tanpa gravitasi
3
bergerak melawan arah
4
bergerak melawan tahanan
5
kekuatan normal
c. Periksa koordinasi dengan tes
telunjuk-hidung, gerak cepat jari-jari, gerak cepat bergantian (jika ada
kesulitan = disdiadokokinesis pada gangguan serebelum)
d. Periksa reflek dengan ketukan
biseps, triseps dan supinator
e. Periksa sensasi. Tes raba halus,
tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, dan reaksi panas/dingin.
o
Periksa
ekstremitas bawah
a.
Lakukan
inspkesi
b.
Periksa
kekuatan, bandingkan kedua sisi.
c.
Periksa
koordinasi
d.
Periksa
sensasi
o
Periksa
saraf kranial
a. Olfaktorius, periksa sensasi
penghidu di kedua lubang hidung
b. Optikus, periksa ketajaman
penglihatan, periksa lapang pandang, periksa reaksi cahaya langsung dan tak
langsung serta akomodasi
c. Okulomotorius, troklearis, dan
abdusen, Cari adanya ptosis (sebelah atau kedua kelopak mata menutup)
Periksa
adanya nigtagmus, tanyakan adanya penglihatan ganda .
d. Trigeminus, Periksa sensasi wajah
terhada raba halus dan tusuk jarum.
Periksa
kekuatan otot pengunyah dna temporalis
Tes
reflek kornea
Tes ketuk
rahang
e. Fasialis, Periksa oto otot
ekspresi wajah (angkat alis, tutup mata kuat kuat, tunjukan gigi)
f. Vesibulokoklearis, Tes
pendengaran, lakukan tes rine dan tes weber
Tes
keseimbangan (berdiri dengan mata tertutup, berjalan sepanjang garis lurus)
g. Vagus dan glosofaringeus, Periksa
gerak palatum
Periks
reflek muntah dan batuk
h. Aksesorius, Periksa kekuatan otot
sternomastoideus dan mengangkat bahu
i. Hipoglosus, Periksa lidah untuk
mencari pengecilan otot, fasikulasi dan uji kekuatan
j. Tes fungsi mental luhur
Nilailah
kemampuan berbicara
Periksa
ingatan
Nilailah
kemampuan pemahaman (Sumber :
jonathan Gleadle)
2.
Diagnosa
a. Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi,
vasospasme serebral, edema serebral.
§ Tujuan :
Mempertahankan
tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik /sensorik.
§ Intervensi :
o
Pantau
atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya atau standar.
o
Pantau
tanda-tanda vital.
o
Catat
perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang
atau ke dalam persepsi.
o
Kaji
fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
o
Letakkan
kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
o
Pertahankan
keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau
aktivitas pasien sesuai indikasi.
o
Cegah
terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk
terus menerus).
o
Kolaborasi
dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi
(Doenges,
2000).
b. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
§ Tujuan :
Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena atau kompensasi
§ Intervensi :
o
Kaji
kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
o
Pertahankan
kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku
sesuai indikasi.
o
Balikkan
dan ubah posisi tiap 2 jam.
o
Tinggikan
ekstremitas yang sakit dengan bantal.
o
Lakukan
latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam
sampai 4 jam.
o
Berikan
dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
o
Bantu
pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
o
Berikan
dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
o
Mulai
ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai
dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
c. Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau
kanan)
§ Tujuan :
o
pasien
dapat mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
o
pasien
dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
§ Intervensi :
o
Bedakan
antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.
o
Kolaborasikan
dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
o
Ciptakan
suatu atmosfir penerimaan dan privasi.
o
Buat
semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian,
ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan
ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura
mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
o
Ajarkan
pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam
kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau
tidak.
o
Gunakan
strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien
sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola
bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan
tenang
d. Kurang perawatan diri berhubungan
dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
§ Tujuan :
Pasien dapat menolong diri sendiri sesuai
kondisinya, dan dapat mengungkapkan kebutuhannya.
§ Intervensi :
o
Kaji
derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan,
toile training).
o
Lakukan
perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi
bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya
kerusakan.
o
Berikan
hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap
minggu sesuai indikasi.
o
Lakukan
oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan
pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
o
Kaji dan
pantau status nutrisi.
o
Perbanyak
masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
o
Pastikan
eliminasi yang teratur.
o
Berikan
pelunak feses enema sesuai pesanan.
e. Perubahan persepsi sensori
berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang
disebabkan oleh ansietas)
§ Tujuan :
o
Pasien
dapat memulai dan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
o
Pasien
dapat mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual
§ Intervensi :
o
Evaluasi
terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang,
perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.
o
Dekati
pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan
benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit
jika perlu.
o
Ciptakan
lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
o
Kaji
kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul,
posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
o
Berikan
stimulus terhadap rasa atau sentuhan
o
Lindungi
pasien dari suhu yang berlebihan
o
Anjurkan
pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh
tertentu.
o
Observasi
respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai,
agitasi, halusinasi.
o
Hilangkan
kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
o
Bicara
dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan
kontak mata (Sumber : Doenges).
f. Resiko tinggi terhadap cidera
yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
§ Tujuan :
pasien dapat terhindar
dari resiko cedera atau terjatuh
§ Intervensi :
o
Lakukan
tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan
sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta
bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian
pengaman tempat tidur terpasang.
o
Kaji suhu
air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer
bila ada.
o
Kaji
ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
o
Pertahankan
kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
o
Konsul
dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.
o
Ajarkan
pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Sumber :
Carpenito).
g. Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan
kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
§ Tujuan :
o
Pasien
dapat berpartisipasi dalam proses belajar
o
Pasien
dapat mengungkapkan pemahaman tentang prognosis/kondisi serta aturan terapeutik
o
Pasien
dapat memulai gaya hidup yang diperlukan
§ Intervensi :
o
Diskusikan
keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien.
o
Diskusikan
rencana untuk memenuhi perawatan diri.
o
Identifikasi
faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan
perubahan pola hidup yang penting.
o
Identifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000)
3.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Mencapai peningkatan mobilisasi
Kerusakan kulit
terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop
Berpartisipasi dalam
program latihan
Mencapai keseimbangan
saat duduk
Penggunaan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk konpensasi hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia
b. Dapat merawat diri; dalam bentuk perawatan kebersihan dan menggunakan
adaptasi terhadap alat-alat
c. Pembuangan kandung kemih dapat diatur
d. Berpatisipasi dalam program meningkatkan kognisi
e. Adanya peningkatan komunikasi
o
Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya
kerusakan; memperlihatkan turgor kulit tetap normal dan berpartisipasi dalam
aktivitas membalikkan badan dan posisi
f. Anggota keluarga memperlihatkan tingkah laku yang positif dan
menggunakan mekanisme koping
o
Mendukung program latihan
o
Turut aktif dalam proses rehabilitasi
g. Tidak terjasi komplikasi
o
Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas
normal untuk pasien
o
As darah arteri dalam batas normal
Daftar Pustaka :
Doengoes,
M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Price,
S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, EGC, Jakarta
Mardjono
Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi
Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat, Jakarta.
Gleadle,
Jonathan., 2005, Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Brunner
and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal
Bedah,EGC, Jakarta.
Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran
Keperawatan Medical Bedah Vol2 Jakarta: EGC
Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta:
EGC
Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
No comments:
Post a Comment