Prosedur
Pemasangan ORIF
Oleh: Septiarini
Pengertian
Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat di absorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. (Brunner & Suddarth, 2002:2357).
Fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Open
Reduction Internal Fixation (ORIF)/Fiksasi Internal dengan pembedahan Terbuka
akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkan
paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur
untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul
yang sering terjadi pada orang tua. Pasien biasanya dimasukkan kedalam rumah
sakit selama 5 hari atau lebih lama.
Sumber : KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH Charlene J. Reeves Gayle Roux Robin Lockhart Penerjemah: Joko
setyono. Penerbit: Salemba Medika.
Fraktur
terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membrane mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka di gradasi menjadi :
Grade I dengan luka bersih kurang dari 1
cm panjangnya; Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif; dan Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
Pada
fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi
fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Tindakan pembedahan
ORIF
(Open Reduction with Internal Fixation) yang lazim digunakan. Untuk melihat
fraktur langsung dengan pembedahan mencakup didalamnya, pemasangan pen, sekrup,
logam atau protesa untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan.
Setelah
reduksi fraktur, dibuat insisi kecil pada daerah perekutan, sehingga pendapat
ditanamkan dalam tulang. Pen mencegah agar tulang tidak bergerak.
Perawatan
Pre Operatif
Sebelum
ORIF, klien ditraksi beberapa hari untuk stabilisasi fraktur. Traksi yang
dipilih dapat Buck’s traction.
Perawat
mengajar pasien dan keluarganya atau orang yang dianggap penting apa yang
diharapkan selama operasi atau setelah operasi. Perawatan pre operatif serupa
dengan pasien yang disiapkan untuk anastesi umum atau anastesi khusus.
Perawatan
Post Operaty
Saat
ini pasien dengan ORIF
Masalah
yang terus diabsorpsi adalah adanya komplikasi seperti emboli atau DVT.
Sumber :
Kumpulan kuliah M. A 320. Sistem Muskoloskeletal. PAM Keperawatan Wijayakusuma.
Jakarta. 1992/1993
Prinsip penanganan fraktur
Prinsip
penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan
kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi terbuka, traksi, atau reduksi tertutup dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung
sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter
melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilasasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang di reduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat di gunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau di pasang melalui fragmen tulang langsung ke rongga sumsum tulang.
Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
Imobilisasi fraktur setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Mempertahankan
dan mengembalikan fungsi
Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.reduksi dan
imobilasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
1.
Status
neurovaskuler (pengkajian perdarahan, nyeri, perabaan, gerakan)
2.
Kegelisahan,
ansietes dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis:
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk anlgetik
3.
Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan perdedaran darah
4.
Memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.
Biasanya
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal.
Teknik fiksasi interna
Ø Plat dan sekrup untuk tranversal atau
oblik pendek
Ø Sekrup untuk fraktur oblik dan spiral
panjang
Ø Sekrup untuk fragmen butterfly panjang
Ø Plat dan enam sekrup ubtuk fragmen
butterfly pendek
Ø Nail meduler untuk fraktur segmental.
Perawatan Pasien Fraktur Terbuka
Pada
fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai
permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi –
osteomielitis, gas gangrene, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka,
jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan
tulang. Pasien di bawa ke ruang operasi, dimana luka di bersihkan, didebridemen
(benda asing dan jaringan mati di angkat), dan diirigasi. Dilakukan usapan luka
untuk biakan dan kepekaan. Fragmen tulang mati biasanya di angkat. Perlu
dilakukan graft tulang untuk menjembatani defek, namun harus yakin bahwa
jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan.
Sumber : Brunner dan Suddarth.
2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Volume 3. Jakarta : EGC
Terapi operatif dengan membuka
frakturnya
1.
Reposisi
terbuka dan fiksasi interna
ORIF
(Open Reduction and Internal Fixation)
a.
Keuntungan
cara ini adalah :
·
Reposisi
anatomis.
·
Mobilisasi
dini tanpa fiksasi luar.
·
Ketelitian
reposisi fragmen-fragmen fraktur.
·
Kesempatan
untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
·
Stabilitas
fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai.
·
Perawatan di RS
yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
·
Potensi untuk
mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta kekuatan otot selama
perawatan fraktur.
b.
Kerugian yang
potensial juga dapat terjadi antara lain :
·
Setiap anastesi
dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari tindakan
tersebut.
·
Penanganan
operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan gips atau
traksi.
·
Penggunaan
stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri.
·
Pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang sebelumnya tak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau
bahaya avasculair necrosis tinggi. Misalnya :
-
Fraktur
talus
-
Fraktur
collum femur.
b.
Fraktur yang tidak bisa di reposisi tertutup. Misalnya :
-
Fraktur
avulasi
-
Fraktur
dislokasi.
c. Fraktur
yang dapat di reposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
-
Fraktur
Monteggia.
-
Fraktur
Galeazzi
-
Fraktur
antebrachii
-
Fraktur
pergelangan kaki
d. Fraktur
yang berdasarkan pengalaman member hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya
; fraktur femur.
2.
Excisional
Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi. Misalnya :
-
Fraktur
caput radii pada orang dewasa.
-
Fraktur
collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone
3.
Excisi
fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan
excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu
untuk mengembalikan fungsi, maka sejak awal sudah harus diperhatikan
latihan-latihan untuk mencegah disuse atrofi otot dan kekakuan sendi, disertai
mobilisasi dini.
Sumber : FKUI Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UI/RS Dr. Cipto
Mangunkusumo. 1995. Ilmu Bedah.
Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Fiksasi interna kadang-kadang dipakai pada fraktur biasa dan
juga kalau terjadi angulasi yang berat. Fiksasi dapat di lakukan dengan sebilah
pelat logam yang di pasang melintang tempat fraktur, atau dengan sebuah paku
besar (pen) dalam cavum medulla (Kuntschner nail)
Sumber : M.A Henderson. 1989. Ilmu
Bedah untuk Perawat. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
Asuhan
Keperawatan Pada Pasien yang menerapkan ORIF mencakup beberapa observasi dan
intervensi : Monitor cek neurovaskular setiap 1-2 jam seperti diperintahkan.
Monitot tanda vital selama 4 jam sekali selama 1-3 hari, seperti diperintahkan.
Perawat juga harus memonitor hematokrit dan hemoglobin. Telitilah jumlah dan
karakter aliran drainase pada jahitan dan tempat keluarnya drainase (drains);
laporkan aliran drainase yang lebih besar dari 100-150 mL/jam setelah 4 jam
pertama. Ubahlah posisi pasien setiap 2 jam, berikan alat yang terbentuk
trapezium di atas kepala agar pasien dapat menggunakan pada saat reposisi.
Letakkan bantal kecil diantara kaki pasien untuk menjaga kelurusan. Latihlah
pasien untuk melakukan latihan pengambilan nafas, bentuk dan penggunaan
spirometer insentif. Berikan obat seperti analgesik, relaktan otot,
anticoagulants atau antibiotik seperti dianjurkan. Setelah pemeriksaan
kemampuan menopang beban pada bagian yang retak atau patah, perawat harus
mendorong pasien untuk melakukan mobilisasi lebih awal. Hal ini dilakukan
setelah pasien keluar rumah sakit.
Sumber : KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH Charlene J. Reeves Gayle Roux Robin Lockhart Penerjemah: Joko
setyono. Penerbit: Salemba Medika
PENGKAJIAN
1.
Aktivitas/istirahat
·
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada
bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
·
Keterbatasan mobilitas.
2.
Sirkulasi
·
Hipertensi (kadang terlihat sebagai
respon nyeri/ansietas).
·
Hipotensi (respon terhadap kehilangan
darah).
·
Tachikardi (respon stres, hipovolemia).
·
Penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera.
·
Pengisian kapiler lambat.
·
Pucat pada bagian yang terkena.
·
Pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi cedera.
3.
Neurosensori
·
Hilang gerakan/sensari, spasme otot
·
Kesemutan.
·
Deformitas lokal, angulasi abnormal,
pemendekatan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi.
·
Agitasi
4.
Nyeri/Kenyamanan
·
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera
·
Spasme/ kram otot
5.
Keamanan
·
Laserasi kulit.
·
Perdarahan.
·
Perubahan warna.
·
Pembengkakan lokal.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan
: kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Intervensi
:
a. Kaji
derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi.
b. Pertahankan
tirah baring dalam posisi yang diprogramkan.
c. Tinggikan
ekstrimitas yang sakit.
d. Instruksikan
klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak
sakit.
e. Beri
penyangga pada ekstrimitas yang sakit diatas dan dibawah fraktur ketika
bergerak.
f. Jelaskan
pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas.
g. Ubah
posisi secara periodik.
h. Kolabirasi
fisioterapi/okupasi terapi.
Evaluasi
:
- Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin.
- Mempertahankan posisi fungsional.
- Meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh.
- Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas.
2. Nyeri
berhubungan dengan spasme otot, pergeseran fragmen tulang
Tujuan
;
nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Intervensi
:
a.
Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe
nyeri.
b.
Pertahankan imobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring.
c.
Berikan lingkungan yang tenang dan
berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan.
d.
Ganti posisi dengan bantuan bila
ditoleransi.
e.
Jelaskan prosedur sebelum memulai.
f.
Dorong menggunakan tehnik manajemen
stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi,
sentuhan.
g.
Observasi tanda-tanda vital.
h.
Kolaborasi : pemberian analgetik.
Evaluasi
:
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat.
Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi.
3.
Kerusakan integritas jaringan/kulit berhubungan
dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan sekrup.
Tujuan
: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Intervensi
:
a. Kaji
ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage.
b. Monitor
suhu tubuh.
c. Lakukan
perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol.
d. Lakukan
alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh.
e. Pertahankan
sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan.
f. Gunakan
tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi.
g. Kolaborasi
pemberian antibiotik.
Evaluasi :
-
Penyembuhan luka sesuai waktu.
-
Tidak ada laserasi, integritas kulit
baik.
Sumber
: Doenges Marilynn, E. (1993). Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC