FRAKTUR
A.
PENGERTIAN
UMUM
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang.Kebanyakan fraktur akibat dari
trauma,beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis,yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis(Barret dan Bryant,1990).
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorsinya. Fraktur dapt disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, bahkan kontraksi otot ekstrem.
Fraktur
adalah pemisahan atau patahnya tulang.Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur
Lima diantaranya yang utamanya adalah :
1.
Incomplete.Fraktur
hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.Salah satu sisi patah ;yang
lain biasanya hanya bengkok(greenstick).
2.
Complete:
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang ,dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat.
3.
Tertutup(simple):Fraktur
tidak meluas melewati kulit.
4.
Terbuka(Compound):Fragmen
tulang meluas melewati otot dan kulit,dimana potensial untuk terjadi infeksi.
Fraktur terbuka digradasi menjadi: Grade 1 dengan luka bersih kurang dari 1 cm
panjangnya; Grade 2 luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif; dan Grade 3 , yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
5.
Patologis:Fraktur
terjadi pada penyakit tulang (seperti kanker,oesteoporosis),dengan tak ada
trauma atau hanya minimal.
6.
Fraktur
juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang- fraktur bergeser
dan tidak bergeser.
Berbagai
jenis fraktur diantaranya:
·
Greenstick-fraktur
di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok
·
Transversal-fraktur
sepanjang garis tengah tulang
·
Oblik-
fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang(lebih tidak stabil dibanding
transversal)
·
Spiral-fraktur
memuntir seputar batang tulang
·
Kominutif-fraktur
dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
·
Depresi-fraktur
dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak
dan tulang wajah)
·
Kompresi-fraktur
di mana tulang mengalami kompresi(terjadi pada tulang belakang)
·
Patologik-fraktur
yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget,metastasis tulang, tumor)
·
Avulsi-tertariknya
fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada peralatannya
·
Epifiseal-fraktur
menjadi epifisis
·
Impaksi-fraktur
di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
B.
PATOFISIOLOGI
Klasifikasi
Fraktur
dibagi menjadi dua jenis :
1.
Complete
Fracture
2.
Incomplete
Fracture
3.
Dislokasi
Klasifikasi ini berdasarkan type,
luasnya jaringan yang retak serta lokasi.
Complete
Fracture adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi
lain sehingga mengenai seluruh konteks.
Incomplete
fracture adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah
tidak menyeberang sehingga tidak mengenain konteks (masih ada konteks yang
utuh).Sering terjadi pada anak-anak disebut “Greenstich Fracture”.
Deskripsi Fraktur
Grade
l : Sakit jelas dan sedikit
kerusakan kulit
Grade ll : Fracture terbuka, merobek kulit dan otot
Grade lll : Banyak sekali jejas kerusakan kulit,otot
dan jaringan syaraf, pembuluh darah
Serta luka sebesar 6-8 cm.
1. Definisi Fraktur Radius
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2357).
Fraktur
adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Sylvia
A., Patofisiologi, 1995).
Fraktur radius adalah
fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan menyangga
dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002,
hal. 2372).
2. Klasifikasi Fraktur
a) Fraktur tertutup
Fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur dimana
tulang tidak menonjol keluar melewati kulit.
b) Fraktur terbuka
Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka
berhubungan dengan kulit ke
tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar, sehingga
berpotensi terjadi infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3
berdasarkan beratnya fraktur.
·
Grade I :
disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari 1 cm.
·
Grade II :
seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada otot.
·
Grade III :
luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada pembuluh darah.
c) Fraktur komplit, Patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering
berpindah dari posisi normal.
d) Fraktur inkomplit
Meluasnya garis fraktur yang
melewati sebagian tulang dimana yang mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe
fraktur ini disebut juga green stick atau fraktur hickoristik.
e) Fraktur comminuted, Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.
f) Fraktur patologik, Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan
tulang yang pokok, seperti osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut oblique
(sekitar 45o) pada batang atau sendi pada tulang.
g) Fraktur longitudinal, Garis fraktur berkembang secara longitudinal.
h) Fraktur transversal, Garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
i)
Fraktur
spiral, Garis fraktur berbentuk spiral
mengelilingi tulang.
2.
Anatomi Fisiologi Tulang Radius
Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya
otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Komponen-komponen
utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen
dan proteoglikon). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksida
patit), yang tertimbun pada matriks garam (hidroksia patit) yang tertmbun pada
matriks kolagen dan proteaglikan matriks organik tulang disebut juga sebagai
suatu osteoid. (Sylvia, A. Price, Patofisiologi, Buku II, Edisi 4, Penerbit
EGC, 1995).
Tulang
tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresi matriks tulang.
Osteosit
adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak
dalam osteum (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear (berinti
banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorbsi dan remodeling tulang.
Radius
adalah tulang di sisi lateral lengan bawah merupakan tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung dan lebih pendek dari tulang ulna. Ujung atas radius kecil
dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang
bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan
takik radial dari ulna. Di bawah kepala terletak leher dan di bawah serta di
sebeelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon
dan insersi otot bisep.
Batang
radius. Di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar daripada di
bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung ke sebelah
luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi
kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam di sebelah anterior dan
di sebelah posterior memberi kaitan pada extensor dan supinator di sebelah
dalam lengan bawah dan tangan.
Ujung bawah
agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dua buah sendi. Persendian
inferior dari ujung bawah radius berbendi dengan ska foid dan tulang semilunar
dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian di sebelah
medial dari yang bawah bersendi dengan kepala dari ulna dalam formasi
persendian radio-ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang
ke bawah menjadi prosesus stiloid radius.
Fungsi dari
tulang pada lengan bawah atau tulaang radius adalah untuk pronasi dan supinasi
harus dipertahankan dengan menjaga posisi dan kesejajaran anatomik yang baik.
Proses Penyembuhan Tulang
Kebanyakan
patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondial ketika tulang mengalami
cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, namun tulang
mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
a) Inflamasi
Dengan
adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera
di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan
terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian
akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan
daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi
berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri.
b) Proliferasi Sel
Dalam
sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang
fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan
invasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast
dan osteoblast (berkembang dan osteosit, sel endotel, sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang.
c) Pembentukan kalus
Pertumbuhan
jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang
dibutuhkan untuk menghubungkan defek-secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang.
d) Osifikasi
Pembentukan
kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses
penulangan endokondrial.
e) Remodeling
Tahap akhir
perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang
baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang
dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus – stres fungsional pada tulang.
3.
Etiologi Fraktur Radius
Penyebab
paling umum fraktur adalah :
-
Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu
lintas/jatuh.
-
Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti
osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase.
4.
Patofisiologi Fraktur Radius
Fraktur
kaput radii sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku
ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus
diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal.
Bila fraktur
mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput radii bila perlu.
Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan sling.
Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi
pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada setiap
ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang patah.
Dengan
adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada beberapa
bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat mengakibatkan
keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum kuning yang keluar
akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah
sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai pada
pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter
pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan
perubahan perfusi jaringan.
Kerusakan
pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya
spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan
persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf
ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.
5.
Tanda dan Gejala Fraktur Radius
a) Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah
bila ditekan/diraba.
b) Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
c) Spasme otot.
d) Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan
pada keadaan normal.
e) Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
f) Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi
jepitan syarat oleh fragmen tulang.
g) Krepitasi jika digerakkan.
h) Perdarahan.
i)
Hematoma.
j)
Syok
k) Keterbatasan mobilisasi.
6.
Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Radius
1. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
2. Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan
operasi antara lain :
Darah lengkap, Golongan darah, Masa pembekuan dan perdarahan, EKG, Kimia darah.
7. Therapi/Penatalaksanaan
Medik
Ada beberapa prinsip dasar yang
harus dipertimbangkan pada saat menangani fraktur :
a) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah
atau tidak, menentukan perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang
spesifik, kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan, tindakan apa yang harus
cepat dilakukan misalnya pemasangan bidai.
b) Reduksi, Usaha dan
tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali
seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
·
Pemasangan
gips
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
·
Reduksi
tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi
tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi
maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan
pembedahan.
c) Debridemen, Untuk
mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur pada keadaan
luka sangat parah dan tidak beraturan.
d) Rehabilitasi, Memulihkan
kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan fungsi normal.
e) Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap.
8.
TERAPI
DAN PENATALAKSANAN KEPERAWATAN
Agar
hasil tindakan memberikan hasil yang maximal.”Goal” dari tindakan bedah
orthopaedi adalah maximum rehabilitasi penderita secara utuh (“Maximum
rehabillitation of patients as a whole”).
Tindakan
yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya maka
penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :
a.
RECOGNITION
Untuk
dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui
kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya
dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang mengalami
cedera.
·
Fraktur
merupakan akibat dari sebuah kekerasan
yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak
sekitarnya.
·
Dibedakan
antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan memberikan
kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan neurovaskuler
yang akan menentukan ektremitas.
b.
REDUCTION
Adalah
tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar sebaik
mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali sebaik mungkin .
Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil reposisi(retaining)
penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil
sebaik mungkin.
c.
RETAINING
Adalah
tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang sehat
mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat memberikan dampak
pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d.
REHABILLITASI
Adalah
mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar dapat
berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan
setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;
padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan pada
fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah
timbulnya kecacatan.
e.
DISLOKASI
Dislokasi
sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan akan dapat
menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang menyebabkan
nyeri pada persendian serta kekakuan sendi.
Dalam
fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot sekitar
sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose, lewat
dari fase shock lokal diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk mendapatkan
relaksasi waktu melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka perlu
dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat
“’mencekik” sirkulasi perdarahan daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan
tindakan reposisi terbuka. Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik,
maka selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot
guna mencegah”disuse Athrophy”.
8.
Komplikasi Fraktur Radius
1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok.
Bisa berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera.
2.
Sindroma
kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
·
Tromboemboli
·
Infeksi.
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
·
Kebiasaan
beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
·
Adanya
kegiatan yang beresiko cedera.
·
Adanya
riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
b.
Pola nutrisi metabolik
·
Adanya
gangguan nafsu makan karena nyeri.
c.
Pola tidur dan istirahat
·
Pola tidur
terganggu karena nyeri.
d.
Pola aktivitas dan latihan
·
Ada riwayat
jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas/kecelakaan lain.
·
Tidak kuat
menahan beban.
·
Ada
perubahan bentuk/pemendekan pada bagian yang kontraktur.
e.
Pola persepsi dan kognitif
·
Biasanya
mengeluh nyeri pada daerah fraktur
·
Mengeluh
kesemutan/baal
·
Kurang
pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
f.
Pola konsep diri dan persepsi diri
·
Adanya
ungkapan ketidakberdayaan karena cedera.
·
Rasa
khawatir akan dirinya, tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
g.
Pola hubungan peran
·
Peran
terganggu karena adanya nyeri.
·
Kecemasan
akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga.
h.
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
·
Ekspresi
sedih
·
Merasa
terasing di rumah sakit.
·
Kaji
kecemasan klien.
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Pre-Operasi
1)
Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
2)
Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.
3)
Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
4)
Gangguan pola tidur b.d nyeri.
1. Post Operasi
1)
Nyeri b.d luka operasi.
2)
Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
3)
Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips dan fiksasi.
4)
Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
5)
Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh
dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
6)
Gangguan harga diri b.d perubahan peran dan perubahan bentuk fisik atau tubuh.
3.
Perencanaan Keperawatan
a. Pre-Operasi
1. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
·
Nyeri
berkurang atau terkontrol
·
Klien
mengatakan nyeri berkurang.
·
Ekspresi
wajah tenang.
Rencana Tindakan :
1)
Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital
menunjukkan adanya nyeri.
2)
Kaji keluhan nyeri klien : lokasi, intensitas, karakteristik.
R/ Menentukan tindakan yang tepat
sesuai kebutuhan klien.
3)
Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia.
R/ Posisi sesuai anatomi tubuh
membantu relaksasi sehingga mengurangi rasa nyeri.
4)
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ Nafas dalam mengendorkan
ketegangan syaraf.
5)
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips.
R/ Menghilangkan nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang yang cedera.
6) Beri
therapi analgetik sesuai program medik.
R/ Analgetik menghambat pembentukan
prostaglandin pada otak dan jaringan perifer.
2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera
jaringan sekitar.
·
Kebutuhan
hygiene, nutrisi dan eliminasi.
·
Klien dapat melakukan
aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji tingkat kemampuan beraktivitas klien.
R/ Menentukan intervensi yang sesuai
dengan kebutuhan klien.
2)
Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Sebagai data dasar dalam
melakukan tindakan keperawatan.
3)
Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dan
klien mengefektifkan tercapainya hasil dari tindakan keperawatan.
4)
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan.
R/ Klien dapat memenuhi kebutuhan
yang dapat dilakukan sendiri dengan cepat.
5)
Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
R/ Membantu memenuhi kebutuhan
klien.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka
kerusakan jaringan lunak.
·
Infeksi
tidak terjadi
·
Tidak ada
kemerahan, pus, peradangan
·
Leukosit
dalam batas normal
·
Tanda-tanda
vital stabil.
Rencana Tindakan :
1)
Observasi tanda-tanda vital (S, TD, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital
menunjukkan adanya infeksi.
2)
Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi
media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
3)
Tutup daerah luka dengan kasa steril.
R/ Kasa steril menghambat masuknya
kuman ke dalam luka.
4)
Rawat luka fraktur dengan teknik aseptik.
R/ Mencegah dan menghambat
perkembangbiakan bakteri.
5)
Beri therapi antibiotik sesuai program medik.
R/ Antibiotik menghambat hidup dan
berkembang biaknya bakteri.
b. Post-Operasi
1. Nyeri b.d luka operasi
·
Nyeri
berkurang sampai dengan hilang.
·
Ekspresi
wajah tenang.
Rencana Tindakan :
1)
Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital
menunjukkan adanya nyeri.
2)
Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat
sesuai kebutuhan klien.
3)
Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam.
R/ Nafas dalam dapat mengendorkan
ketegangan sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
4)
Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatomi.
R/ Posisi anatomi membuat rasa
nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.
5)
Anjurkan klien untuk imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
R/ Mengurangi nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang.
6)
Beri therapi analgetik sesuai program medik.
R/ Menghambat dan menekan rangsang
nyeri ke otak.
2.
Ketidakmampuan
beraktivitas b.d pemasangan gips atau fiksasi.
·
Kebutuhan
hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.
·
Klien dapat
melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program
medik.
Rencana Tindakan :
1)
Observasi tanda-tanda vital (S, N, TD, P)
R/ Sebagai data dasar untuk
menentukan tindakan keperawatan.
2)
Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas secara mandiri.
R/ Menentukan tindakan keperawatan
sesuai kondisi klien.
3)
Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene nutrisi, eliminasi yang tidak
dapat dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dan
klien yang baik mengefektif-kan pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang
dilakukan.
4)
Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi
kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri.
5)
Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
R/ Kerjasama antara perawat dan
keluarga klien akan membantu dalam mencapai hasil yang diharapkan.
6)
Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai
kemampuan klien dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara bertahap
membantu dalam proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d
immobilisasi.
·
Komplikasi
setelah operasi tidak terjadi.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji keluhan klien
R/ Mengetahui masalah klien.
2)
Observasi tanda-tanda vital (TD, N)
R/ Untuk mendeteksi adanya
tanda-tanda awal komplikasi.
3)
Anjurkan klien mobilisasi secara bertahap
R/ Meningkatkan pergerakan sehingga
dapat melancarkan aliran darah.
4)
Kolaborasi dengan dokter.
R/ Mengetahui dan mendapatkan
penanganan dengan tepat.
4. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
·
Infeksi post
operasi tidak terjadi.
·
Klien tidak
mengalami infeksi tulang.
Rencana Tindakan :
1)
Observasi tanda-tanda vital (TD, N, S, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital
menunjukkan adanya infeksi.
2)
Rawat luka operasi dengan tehnik aseptik.
R/ Mencegah dan menghambat
berkembang biaknya bakteri.
3)
Tutup daerah luka dengan kasa steril.
R/ Kasa steril menghambat masuknya
kuman dalam luka.
4)
Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi
media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
5)
Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
R/ Antibiotik menghambat hidup dan
berkembang biaknya bakteri.
5. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas
yang boleh dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi.
·
Klien dapat
mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan saat di rumah.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
R/ Mengukur sejauh mana tingkat
pengetahuan klien.
2)
Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan aktif secara
teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan pasif
diharapkan mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3)
Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat
diklarifikasikan kembali.
4)
Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat
memperburuk keadaan fraktur.
5)
Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur.
R/ Mencegah stres tulang.
4.
Discharge Planning
a. Anjurkan klien untuk meneruskan latihan aktif dan
pasif yang telah diperoleh selama klien dirawat di rumah sakit.
b. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada
tangan yang fraktur, bila memang terpaksa lebih baik dengan menggeser saja.
c. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi TKTP, tinggi
kalsium, tinggi vitamin untuk proses penyembuhan tulang.
d. Anjurkan klien untuk mentaati terapi pengobatan dan
kontrol yang tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and
Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8 volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
No comments:
Post a Comment