Sunday, January 20, 2013

ASKEP KONTRAKTUR DUPUYTREND


Pengertian
            Kontraktur dupuytrend adalah kontraktur progresif lambat fasia Palmaris yang mengakibatkan fleksi jari manis dan kelingking dan juga pada jari tengah ,sehingga menjadi tidak berguna, dimana kontraktur fleksi tetap tangan di mana jari-jari tikungan ke arah telapak tangan dan tidak dapat sepenuhnya diperpanjang (diluruskan). (Brunner n Suddarth)

2.      Etiologi
            Tidak ada yang tahu persis apa yang menyebabkan Dupuytren’s contracture. Kontraktur dupuytrend Merupakan abnormalitas yang biasa disebabkan oleh kecendrungan dominan autosom yang diturunkan,terjadi paling sering pada pria diatas 50 tahun.Kondisi ini jarang terjadi pada orang muda, tetapi menjadi lebih umum dengan usia. Ketika muncul pada usia dini, biasanya berlangsung dengan cepat dan sering sangat parah. Kondisi kemajuan cenderung lebih cepat pada pria dibandingkan pada wanita. Orang yang merokok memiliki risiko lebih besar memiliki Dupuytren’s contracture. Perokok berat yang menyalahgunakan alkohol bahkan lebih beresiko dan ada hubungan dengan penyakit di antara orang-orang yang menderita diabetes. Belum ditentukan apakah tugas pekerjaan dapat membuat seseorang berisiko atau mempercepat perkembangan penyakit. (Badalamente MA,Hurst LC)

3.      Faktor Resiko
Penyakit Dupuytren adalah sebuah penderitaan yang sangat spesifik, dan terutama mempengaruhi:
a.    Pria daripada wanita (laki-laki sepuluh kali lebih besar untuk mengembangkan kondisi).
b.    Orang yang berusia lebih dari 40 tahun.
c.    Orang dengan riwayat keluarga (60 sampai 70% dari mereka yang menderita memiliki kecenderungan genetik untuk Duyputen contracture).  
d.     Orang dengan sirosis hati.
Beberapa dicurigai, tetapi belum terbukti penyebab Duyputen contracture termasuk trauma, diabetes, alkoholisme, epilepsi dengan terapi phenytoin dan penyakit hati. Tidak ada bukti membuktikan bahwa tangan luka atau eksposur kerja spesifik menimbulkan resiko lebih tinggi mengalami penyakit Dupuytren's meskipun bahwa Dupuytren mungkin disebabkan atau setidaknya mungkin dipicu oleh trauma fisik, seperti tenaga kerja manual atau lainnya selama -tenaga dari tangan. Namun, fakta bahwa Dupuytren adalah tidak terhubung dengan wenangan membuat keraguan beberapa di klaim ini. (Denkler, Keith)

4.      Fase-Fase
Penyakit Kontraktur dupuytrend terdiri dari 3 fase yaitu;
1.    Fase proliferase
Mulai dari gambaran klinis nodule palmar tanpa kontraktur. Pembengkakan sel endotel, poliferase lapisan lamina basilis, oklusi mikrovaskuler, dan hipertrofi fibroblast menonjol.
2.    Fase aktif
Ditandai dengan kesuraman kulit diatas daerah lesi,pertumbuhan nodul dan perkembangan dan penebalan ‘cords’ dan ‘bands’ dalam fasia. Kontraksi mio fibroblast, akumulasi jaringan ikat padat pada nodule dan cords. Elemen vaskuler meningkat pada bagian perifer lesi.
3.    Fase residual/advanced
Ditandai dengan kekakuan (rigid), kontraktur disabling (cacat kontraktur)dan atrofi muskulus tangan dan lengan bawah. Penebalan fasia dan nodul pada fase lanjut didominasi oleh kolagen tipe 1 dan sebagian besar avaskuler. (Denkler, Keith)

5.      Patofisiologi
Kontraktur dupuytrend adalan masalah yang biasa terutama pada pria setelah lewat masa usia pertengahan. Gangguan disebabkan oleh penebalan dan menjadi pendeknya fasia falmar disisi ulna sebelah tangan atau pada kedua belah tangan menyebabkan jari manis atau kelingking menjadi membelok. Ligamen memendek dan jari jadi tertarik kepada posisi flexi kulit pada tangan tertarik kebawah membentuk lipatan mengkerut dan nodul-nodul. Persendian,otot,tendon,jaringan saraf dan pembuluh darah tidak Nampak terserang. (Barbara,C Long)

6.      Tanda dan gejala
Dalam Penyakit Dupuytren's, jaringan ikat tangguh dalam tangan seseorang menjadi abnormal tebal yang dapat menyebabkan jari untuk menggulung dan dapat mengakibatkan gangguan fungsi jari-jari, khususnya jari kecil dan cincin. Biasanya memiliki onset bertahap, sering dimulai sebagai benjolan tender di telapak tangan. Seiring waktu, rasa sakit yang terkait dengan kondisi cenderung pergi, tapi band yang keras jaringan bisa terjadi  yang merupakan sumber mobilitas berkurang umumnya terkait dengan kondisi tersebut.
Terlihat pada permukaan telapak tangan dan mungkin terlihat mirip dengan kalus kecil. Hal ini biasanya berkembang di kedua tangan dan tidak memiliki koneksi ke tangan dominan atau non-dominan, maupun korelasi dengan kanan atau kidal kiri contracture menetapkan dalam perlahan-lahan, terutama pada wanita. Namun, ketika hadir dalam kedua tangan dan bila ada terkait keterlibatan kaki, ia cenderung untuk kemajuan lebih cepat. (Schrock Theodore R,MD)

7.      Prosedur Diagnosa
Dupuytren’s contracture dapat diketahui dengan melihat dan merasakan telapak tangan dan jari-jari. Biasanya, tes khusus tidak diperlukan. Abnormal fasia akan merasa tebal. Tali dan nodul kecil di fasia dapat dirasakan sebagai simpul kecil atau band tebal di bawah kulit. Nodul ini biasanya bentuk pertama di telapak tangan. Sebagai kelainan berlangsung, membentuk nodul sepanjang jari. Nodul ini dapat dirasakan melalui kulit,.
Jumlah yang mampu menekuk jari disebut fleksi. Jumlah yang mampu meluruskan jari disebut ekstensi. Keduanya diukur dalam derajat. Biasanya, jari-jari akan meluruskan keluar sepenuhnya. Ini dianggap nol derajat fleksi (tidak ada contracture). Sebagai contracture menyebabkan jari ke tikungan lebih dan lebih banyak, serta akan kehilangan kemampuan untuk benar-benar meluruskan jari yang terkena. Berapa banyak kemampuan untuk meluruskan jari telah kehilangan juga diukur dalam derajat.
Pengukuran diambil di kemudian tindak lanjut kunjungan akan menceritakan bagaimana perawatan baik bekerja atau seberapa cepat kelainan maju. Perkembangan dari gangguan yang tidak dapat diprediksi. Beberapa pasien tidak memiliki masalah selama bertahun-tahun, dan kemudian tiba-tiba nodul akan mulai tumbuh dan jari mereka akan mulai kontrak.
Meja dapat juga dilakukan tes. Meja tes akan menunjukkan apakah pasien  bisa meratakan telapak tangan dan jari pada permukaan yang rata. Pasien  dapat mengikuti perkembangan dari gangguan dengan melakukan tes meja sendiri. (Keilholz L, seegenschmiedth MH,Sauer R)

8.      Terapi dan Penatalaksanaan
Ada dua jenis pengobatan untuk Dupuytren’s contracture: bedah dan nonsurgical. Terbaik pengobatan ditentukan oleh seberapa jauh kontraktur telah maju.
a. Nonsurgical Treatment
Pada tahap awal gangguan ini, sering pemeriksaan dan tindak lanjut dianjurkan. mungkin menyuntikkan kortison ke nodul menyakitkan. Kortison dapat efektif dalam mengurangi rasa sakit sementara dan peradangan. Panas dan peregangan perawatan yang diberikan oleh ahli terapi fisik atau mungkin juga akan diresepkan untuk mengontrol rasa sakit dan mencoba untuk memperlambat perkembangan dari contracture.
Perawatan juga terdiri dari mengenakan belat yang membuat jari lurus. Belat ini biasanya dipakai pada malam hari. Nodul dari Dupuytren’s contracture hampir selalu terbatas pada tangan. Namun, Dupuytren’s contracture diketahui kemajuan, sehingga operasi mungkin diperlukan di beberapa titik untuk melepaskan contracture dan untuk mencegah cacat di tangan.
b. Bedah
Tidak ada aturan keras dan cepat ada kapan operasi diperlukan. Pembedahan biasanya dianjurkan bila sendi di buku jari dari jari mencapai 30 derajat fleksi. Ketika pasien mengalami masalah berat dan memerlukan operasi pada usia yang lebih muda, masalah sering muncul kembali di kemudian hari. Ketika masalah datang kembali atau menyebabkan kontraktur parah, dokter bedah dapat memutuskan untuk sumbu sendi jari individu bersama-sama. Dalam kasus terburuk, amputasi jari mungkin diperlukan jika membatasi contracture saraf atau aliran darah ke jari.
Bedah buku jari utama dari jari (di dasar jari) telah lebih baik hasil jangka panjang daripada ketika sendi jari tengah ketat. Sesak lebih mungkin untuk kembali setelah operasi gabungan tengah.
(Badalamente MA,Hurst LC)

9.      Asuhan Keperawatan
a.    Pengkajian
Ø Pra operasi
1.   Data subjektif
Penderita mengeluh tidak dapat meluruskan jari manis dan kelingking yang makin lama semakin tidak bisa.
2.   Data objektif
Yang Nampak jelas adalah jari manis dan mungkin kelingking bengkok kedalam. Kulit telapak tangan mengkerut membentuk keriput yang kuat dan nodul-nodul.kondisi tersebut permulaan terjadi pada sebelah tangan, kemudian pada kedua belah tangan pasien tidak dapat secara aktif meluruskan jari-jari.
Ø Post operasi
Setelah pembedahan perawat mengkaji pasien mengenai adanya pembengkakan, sttus neurovaskuler (peredaran darah,sensasi,gerakan), nyeri, dan fungsi. Nyeri dapat berhubungan dengan nyeri,balutan mengikat,pembentukan hematoma,atau pembedahan.

b.    Diagnosa
Ø Pra operasi
Diagnosa perawatan yang dimungkinkan dari penderita kontraktur depuytern adalah:
1.   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal penebalan dan pemendekan fasia palmar.
Ø Post operasi
1.    Nyeri berhubungan dengan inflamsi dan pembengkakan.
2.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan balutan pada tangan.
3.    Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
c.    Perencanaan
Ø  Pra operasi
v  Dx 1
1.   Merendamkan tangan pasien kedalam air hangat saat melatih ekstensi jari-jari.
2.   Mengajarkan pasien untuk mencegah kegiatan yang memerlukan jari-jari untuk mengambil sesuatu.
3.   Menyiapkan pasien untuk pembedahan.
v  Hasil yang diharapkan:
1.    Pasien spenuhnya dapat menggunakan jari dan tangan.
2.    Pasien bebas infeksi disuluruh daerah yang terkena.

Ø  Post operasi
v  Dx 1
1.    Untuk mengontrol pembengkakan yang dapat meningkatkan nyeri dan ketidaknyamanan pasien,tangan ditinggikan setinggi jantung dengan bantal atau apabila dianjurkan peninggian yang lebih tinggi dapat dipasng sling yangf digantungkan ke tiang penggantung infuse atau bingkai diatas tembat tidur.
2.    Pemberian kompres intermiten ditempat operasi selama 24 sampai 48 jam pertama dapat dianjurkan untuk mengontrol pembengkakan.ektensi dan fleksi aktif jari-jari dapat memperbaiki peredaran darh dan sebaiknya dianjurkan, namun demikian gerakan akan terbatas oleh balutan yang tebal.
3.    Pengkajian neurovaskuler jari yang terbuka selama 24 jam pertama sangat penting untuk memantau fungsi syaraf dan perfusi jaringan.
4.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
v  Dx 2
1.    Bantu pasien dalam hal makan,madi/hygiene,berpakaian,berdandan dantoileting.
2.    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam hal latihan penggunaan tangan setelah diopersi
v  Dx 3
1.    Pantau suhu, denyut nadi apabila meningkat menunjukan terjadi infeksi.
2.    Ajarkan pasien agar tetap menjaga balutan tetap kering dan bersih.
3.    Ajarkan pasien agar segera beritahu tenaga medis apabila adanya keluar cairan,bau busuk karena balutan atau peningkatan nyeri dan pembengkakan.
4.    Lakukan penkes pada pasien dan keluarga tentang perawatan luka operasi dan pemberian antibiotic profilaktif.

d.    Evaluasi
Ø Pra operasi
Evaluasi berdasarkan hasil yang diharapkan dari pasien:
1.    Pasien dapat menggunakan tangan dan jari-jari sepenuhnya setelah berlatih.
2.    Terjadinya infeksi dapat dicegah.
Ø Post operasi
1.    Mencapai peredaan nyeri
a.    Melaporkan peningkatan rasa nyaman.
b.    Terkontrolnya edema dengan peninggian tangan .
c.    Tidak merasa tidak nyaman pada gerakan.
2.    Menunjukkan perawatan mandiri
a.    Menerima bantuan umtuk aktivitas sehari-hari selama beberapa hari pertama setelah operasi.
b.    Beradaptasi dengan aktivitas sehari-hari dengan satu tangan.
c.    Menggunakan tangan yang cidera secara fungsional.
3.    Tidak ada menunjukan adaanya infeksi luka operasi
a.    Mematuhi protocol penanganan dan strategi pencegahan.
b.    Suhu dan denyut nadi dalam batas normal.
c.    Tidak mengalami pengeluaran cairan bernanah dari luka operasi.
d.    Tidak mengalami inflamasi luka operasi.
(Brunner n Suddarth, Barbara,C Long)

DAFTAR PUSTAKA
Barbara,C Long.1996.Perawatan Medikal Bedah .Yayasan  IAPK:Bandung
Brunner n Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah.EGC:Jakarta
Schrock Theodore R,MD.1983.Ilmu Bedah (Handbook of Surgery).EGC:jakarta
Keilholz L, seegenschmiedth MH,Sauer R.1986. Radiotheraphy for prevention of disease progression in early-stage Dupuytrend’s contracture.International journal of radiation oncology,biology,physics
Badalamente MA,Hurst LC.2000.enzyme injection as non surgical treatment of dupuytren’s disease.The Journal of hand Surgery
Denkler, Keith.2010. Surgical complications associated with fasciectomy for Dupuytren's disease volume 10. McGraw-Hill




ASKEP KARSINOMA SEL GINJAL


1. Pengertian
Carcinoma sel ginjal (renal cell carcinoma) adalah tumor malignansi renal tersering, dua kali lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Kebanyakan tumor sel ginjal ditemukan di parensim renal dan menimbulkan gejala yang baru. (Sumber  :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
Karsinoma ini lebih sering mengenai laki-laki dengan perbandingan 2,7:1. Biasanya dijumpai sebagai tumor yang superficial dan pada umumnya belum disertai metastasis, namun frekuensinya tinggi. Terjadinya tumor ini banyak dihubungkan dengan kebiasaan merokok, pemakaian zat pemanis buatan, penggunaan siklofosfamid, trauma fisis seperti infeksi, instrumentasi dan batu, dan kontak lama dengan zat-zat kimia pewarna, bahan-bahan karet dan kulit. (Sumber : Kapita Selekta Kedokteran)
Kanker kandung kemih lebih sering ditemukan pada pasien-pasien yang berusia diatas 50 tahun dan lebih banyak mengenai laki-laki dari pada wanita (3:1). Statistik menunjukkan bahwa tumor ini menyebabkan hampir 1 dari 25 kasus kanker yang terdiagnosis di Amerika Serikat. Ada dua bentuk kanker kandung kemih, yaitu: bentuk superficial (yang cenderung kambuhan) dan bentuk invasive, sementara tipe lainnya tumor tersebut adalah sel skuamosa dan adenokarsinoma. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)
Karsinoma sel ginjal (adenokarsinoma renal, dulu disebut “hipernefroma”). Insidens puncak usia adalah antara 55 dan 60 tahun, ratio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 2:1. Lingkungan faktor risiko meliputi pemajaman terhadap asap rokok dan cadmium. Bentuk herediter karsinoma sel ginjal yang pada umumnya multifokus dan bilateral, terjadi dalam proporsi yang tinggi pada pasien-pasien dengan penyakit von Hipple-Lindau (hemangioma pada retina dan system saraf pusat, transmisi yang dominan otosom). Defek genetik yang disertai dengan penyakit telah dijumpai. Translokasi pertanda kromosomal antara kromosom 3 dan 8 dan 3 dan 11 ditemukan pada beberapa keluarga dengan kanker ginjal familial. Kelainan sitogenetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 1, 11, dan 17. Pasien penyakit ginjal stadium akhir yang menerima dialisis kronis dapat berkembang menjadi penyakit kistik ginjal dan disertai karsinoma ginjal. Karsinoma sel ginjal timbul pada epithelium tubulus kontortus proksimal. Istilah hipernefroma untuk karsinoma sel ginjal (mencerminkan gagasan yang telah dipercaya sebelumnya, yaitu berasal dari sel “sisa” adrenal) harus diabaikan. (Sumber :Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol. 3)
Kanker ginjal adalah suatu penyakit karsinoma sel ginjal (adenokarsinoma renalis, hipernefroma), yang berasal dari sel-sel yang melapisi tubulus renalis. (Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)

2.    Etiologi
1.             Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, kelemahan dihubungkan dengan perokok.
2.             Umumnya ditemukan pada orang berusia antara 50-60 tahun.
3.             Kanker agresif cepat menyebar, kadang sebelum terdiagnosis.
 (Sumber :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
Faktor resiko untuk kanker kandung kemih mencakup karsinogen dalam lingkungan kerja, seperti bahan pewarna, karet, bahan kulit, tinta atau cat. Faktor risiko lainnya adalah infeksi bakteri kambuhan atau kronis pada saluran kemih dan kebiasaan merokok. Kanker kandung kemih dua kali lebih banyak menyerang perokok daripada yang bukan perokok. Disamping itu, terdapat kemungkinan hubungan antara kebiasaan minum kopi dan kanker kandung kemih. Skitosimiasis kronis (infeksiparasit yang mengiritasi kandung kemih) juga merupakan faktor risiko. Kanker yang tumbuh dari kelenjar prostat, kolon serta rectum pada laki-laki dan dari traktus ginekologis bawah pada wanita dapat bermetastasis ke kandung kemih. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko terjadinya kanker ginjal. Resiko terjadinya karsinoma sel ginjal meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Kanker ini paling sering terjadi pada usia 50-70 tahun. Pria memiliki resiko 2 kali lebih besar dibandingkan wanita. (Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)

3.    Klasifikasi
Ta        :Tumor terbatas pada epithelium
Tis       : Karsinoma in situ
T1        : Tumor sampai dengan lapisan subepitelium
T2        : Tumor sampai dengan lapisan otot superficial
T3a      : Tumor sampai dengan lapisan otot dalam
T3b      : Tumor sampai dengan lemak perivesika
T4        : Tumor sampai dengan jaringan di luar buli-buli: prostat, uterus, vagina, dinding pelvis, dan dinding andomen
Stadium Ta, Tis, dan T1 digolongkan sebagai tumor superficial, sedangkan stadium T2 sampai dengan T4 digolongkan sebagai tumor invasive.
Stadium
Stadium 0a      Ta                    N0                   M0
Stadium 0is     Tis                   N0                   M0
Stadium I         T1                    N0                   M0
Stadium II        T2a                  N0                   M0
                        T2b                  N0                   M0
Stadium III       T3a                  N0                   M0
                        T3b                  N0                   M0
                        T4a                  N0                   M0
Stadium IV      T4b                  N0                   M0
                        Setiap T                       N1                   M0
                        Setiap T                       N2                   M0
                        Setiap T                       N3                   M0
                        Setiap T                       Setiap N          M1
(Sumber :Kapita Selekta Kedokteran)
Klasifikasi didasarkan pada penyebab molekular tumor ini:
a.         Karsinoma Sel Jernih:
Karsinoma tersebut adalah tipe tersering membentuk 70%-80% dari kanker sel ginjal. Terdiri atas sel yang sitoplasmanya jernih atau granular. Mayoritas kasus bersifat sporadik, namun ada pula kasus familial atau kasus yang berkaitan dengan penyakit Von Hippel-Lindau (VHL). VHL adalah suatu penyakit dominan autosomal yang ditandai dengan predisposisi berbagi neoplasma, terutama hemangioblastoma serebelum dan retina. Pasien dengan sindrom VHL mewarisi mutasi germinal gen VHL di kromosom 3p25 dan kehilangan alel kedua akibat mutasi somatik. Hilangnya kedua salinan gen penekan tumor ini menyebabkan karsinoma sel jernih.
b.         Karsinoma sel ginjal papilaris:
Tumor ini membentuk 10%-15% dari semua kanker ginjal. Tumor ini memperlihatkan pertumbuhan papilar. Tumor ini sering multifokal dan bilateral. Tumor ini terdapat dalam bentuk familial dan sporadik. Penyebab tumor ini adalah protoonkogen MET yang terletak di kromosom 7q31. Gen MET adalah suatu reseptor tirosin kinase untuk faktor pertumbuhan yang disebut faktor pertumbuhan hepatosit. Pada tumor ini terjadi kelebihan gen MET akibat penambahan dua sampai tiga kali lipat di kromosom 7. Pada kasus familial, sering ditemukan trisomi kromosom 7. Pada kasus sporadik terdapat trisomi kromosom 7 namun tifak terjadi mutasi gen MET. Tidak ada onkogen spesifik yang dilaporkan berkaitan dengan kromosom ini.
c.         Karsinoma Ginjal Kromofob
Merupakan karsinoma paling jarang. Tumor ini berasal dari duktus koligentes korteks. Sel tumor berwarna lebih gelap dibandingkan dengan karsinoma sel jernih. Tumor ini bersifat unik karena memperlihatkan hilangnya beberapa kromosom secara keseluruhan 1,2,6,10,13,17, dan 21. Oleh karena itu, mutasi penentu belum dikatehui pasti.
(Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)

4.    Manifestasi klinis
1.             Tumor tanpa disertai gejala dan ditemukan pada pemeriksaan fisik secara teratur. Saat melakukan palpasi ditemukan massa pada daerah abdomen.
2.             Lemah, anemia, berat badan menurun, dan demam akibat efek sistemik kanker ginjal.
3.             Classical triad (gejala lambat).
a.    Hematuria: intermiten atau terus-menerus pada pemeriksaan mikroskopis dan kasat mata.
b.    Nyeri pinggul: distensi kapsul ginjal dan invasi sekitar struktur ginjal.
c.    Teraba massa pada pinggul.( Sumber  :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)
Keluhan yang paling utama adalah hematuria (85-90%) baik mikroskopik maupun makroskopik tanpa disertai rasa nyeri dan intermiten. Pada sebagian kecil pasien dapat dijumpai keluhan iritasi buli seperti frekuensi, urgensi, dan disuria. Keluhan obstruksi juga dapat ditemukan bila tumor menyumbat muara uretra interna leher kandung kemih. Keluhan yang menunjukkan penyakit telah lanjut misalnya nyeri tulang terjadi apabila metastasis ke tulang atau sakit pinggang bila metastasis retroperitoneal atau obstruksi ureter juga dapat ditemukan.Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak dijumpai kelainan. Penebalan kandung kemih atau terabanya massa tumor baru didapatkan dengan perabaan bimanual pada pasien dengan pengaruh obat anastesi bila tumor berukuran besar atau invasive. Massa tumor teraba bila ukurannya sangat besar atau sudah tumbuh ke luar dinding kandung kemih. Bila telah terjadi metastasis dapat ditemukan hepatomegali atau limfadenopati supraklavikula.(Sumber :Kapita Selekta Kedokteran)
Tumor ini biasanya muncul dari basis vesika urinaria dan meliputi orifisium uretra serta kolumna vesika urinaria (leher kandung kemih). Hematuria berat dan tanpa nyeri adalah gejala kanker kandung kemih yang paling sering ditemukan. Infeksi saluran kemih merupakan komplikasi yang lazim terdapat dan menyebabkan gejala berkemih yang sering, urgensi dan disuria. Namun demukian, setiap perubahan pada urinasi atau perubahan urin dapat mnunjukkan adanya kanker kandung kemih. Nyeri di daerah panggul atau punggung dapat terjadi pada metastasis kanker tersebut. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)
Tanda dan gejala yang mungkin terjadi :
a.    Nyeri pada sisi ginjal yang terkena
b.    Penurunan berat badan
c.    Kelelahan
d.    Demam yang hilang-timbul.
(Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)

5.    Komplikasi
Metastase yang kuat ke berbagai organ, seperti:
1.      Sumbatan arteri.
2.      Perdarahan.
3.      Kehilangan fungsi ginjal.
(Sumber :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)

6.    Prosedur diagnostik
Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba/dirasakan benjolan di perut. Jika dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
·      Urografi intravena
·      USG
·      CT scan
·      MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa. Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis. (Sumber : Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2)
Prosedur diagnostic yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut :
1.    Pemeriksaan laboratorium rutin
Biasanya tidak ditemukan kelainan selain hematuria. Anemia dapat dijumpai sebagai tanda adanya perdarahan kronis atau pendesakan sel metastasis ke sumsum, sedangkan uremia dapat dijumpai apabila tumor menyumbat kedua muara ureter baik karena obstruksi tumornya sendiri ataupun limfadenopati.
2.    Pemeriksaan radiologi
Dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, dan foto torax. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan traktus urinarius yaitu berupa adanya gangguan fungsi eksresi ginjal, hidronefrosis, hidroureter, dan filling defect pada buli-buli, menilai infiltrasi tumor ke dinding buli-buli, dan melihat adanya metastasis regional atau jauh.
3.    Sitoskopi dan biopsy
Pada persangkaan adanya tumor buli-buli maka pemeriksaan sitoskopi adalah mutlak dilakukan, bila perlu pdapat dilakukan CT-scan. Pada pemeriksaan sitoskopi, dapat dilihat adanya tumaor dan sekaligus dapat dilakukan biopsi atau reseksi tumor yang juga merupakan tindakan pengobatan pada tumor-tumor superficial. (Sumber :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)

7.    Penatalaksanaan dan terapi
Penatalaksanaan tergantung stadium tumor.
Pada pasien dengan tumor superficial yang hanya menjalani pengobatan dengan TUR (disertai atau tidak disertrai kemotrapi intravesika), control sitoskopi berkala mutlak dikerjakan. Sedangkan pada pasien yang menjalani pengobatan dengan sistektomi radikal dilakukan foto toraks berkala. (Sumber :Kapita Selekta Kedokteran)
Penatalaksanaan kanker kandung kemih superficial merupakan suatu tantangan karena biasanya sudah terjadi abnormalitas yang meluas pada mukosa kandung kemih. Keseluruhan lapisan dinding saluran kemih atau urotelium menghadapi resiko meningkat perubahan karsinomatosa bukan hanya ditemukan dalam mukosa kandung kemih tetapi juga dalam mukosa pelvis renal, ureter dan uretra. Kekambuhan merupakan masalah yang serius, kurang lebih 25% hingga 40% tumor superficial akan kambuh kembali sesudah dilakukan fulgerasi atau reseksi transuretra.
Kemoterapi dengan menggunakan kombinasi metoreksat, vinblastin, doxorubisin (adriamisin), dan cisplatin (M-VAC) terbukti efektif untuk menghasilkan remisi parsial karsinoma sel transisional kandung kemih pada sebagian pasien. Kemoterapi intravena dapat dilakukan bersama dengan terapi radiasi.
Kemoterapi topikan (kemoterapi intravesikal atau terapi dengan memasukkan larutan obat antineoplastik ke dalam kandung kemih yang membuat obat tersebut mengenai dinding kandung kemih) dapat dipertimbangkan jika terjadi resiko kekambuhan yang tinggi, jika terdapat kanker in situ atau jika reseksi tumor tidak tuntas. Kemoterapi topical adalah pemberian medikasi dengan konsentrasi yang tinggi (thiotepa, doxorubisin, mitomisin, ethoglusid dan Bacillus Calmette-Guerin atau BCG) untuk meningkatkan penghancuran jaringan tumor. BCG kini dianggap sebagai preparat intravesikal yang paling efektif untuk kanker kandung kemih yang kambuh karena preparat ini akan menggalakkan respons imun tubuh terhadap kanker. Pasien dibolehkan makan dan minum sebelim prosedur pemasukkan (instilasi) obat dilaksanakan, tetapi setelah kandung kemih terisi penuh, pasien harus menahan larutan preparat intravesikal tersebut selama 2 jam sebelum mengalirkannya keluar dengan berkemih. Pada akhir prosedur, pasien dianjurkan untuk buang air kecil dan meminum cairan sekehendak hati (adlibitum) untuk membilas preparat tersebut dari dalam kandung kemih.
Sistektomi sederhana (pengangkatan kandung kemih) atau sistektomi radikal dilakukan pada kanker kandung kemih yang invasive atau multifocal. Sistektomi radikal pada pria meliputi pengankatan kandung kemih, prostat serta vesikulus seminalis dan jaringan vesikal disekitarnya. Pada wanita, sistektomi radikal meliputi pengangkatan kandung kemih, ureter bagian bawah, uterus, tuba falopi, ovarium, vagina anterior dan uretra. Operasi ini dapat mencakup pula limfadenektomi (pengankatan nodus limfatikus). Pengangkatan kandung kemih memerlukan prosedur diversi urin.
Kanker kandung kemih juga dapat diobati dengan infuse langsung preparat siotoksik melalui suplai darah arterial organ yang terkena sehingga bisa tercapai konsentrasi preparat kemoteurapeutik yang lebih tinggi dengan efek toksik sistemik yang lebih kecil. Untuk kanker kandung kemih yang lebih lanjut atau pasien dengan hematuria yang membandel (khususnya setelah terapi radiasi), sebuah balun besar berisi air yang ditempatkan dalam kandung kemih akan membuat nekrosis tumor dengan mengurangi suplai darah ke dinding kandung kemih (terapi hidrostatik). Terapi instilasi dengan cara memasukkan larutan formalin, fenol atau perak nitrat dapat meredakan gejala hematuria dan stranguria (pengeluaran urin yang lambat dan nyeri) pada sebagian pasien. (Sumber :Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)

8.    Asuhan keperawatan
A.   Pengkajian keperawatan
1.      Kaji manifestasi klinis penyakit sistemik: kelelahan, anoreksia, pucat, demam, dan adanya metastase
2.      Monitor efek samping, komplikasi diagnosis, dan pengobatan
3.      Kaji nyeri dan kontrol kemampuan koping
B.   Diagnosis keperawatan
1.    Cemas berhubungan dengan diagnosis kanker dan kemungkinan metastase penyakit ditandai dengan:
·         DS: melaporkan cemas akibat penyakitnya
·         DO: ekspresi wajah tegang, sulit tidur dan istirahat, perubahan tanda vital, selalu bertanya tentang diagnosis penyakit kanker, CT atau MRI bagi pasien dengan USG didapatkan tumor, lemah, anemia, berat badan menurun, demam akibat efek, sistemik kanker ginjal, hematuria intermiten atau terus menerus pada pemeriksaan mikroskopis dan kasat mata, nyeri pinggul dari distensi kapsul ginjal, teraba massa pada pinggul, nyeri dan hipertermia berhubungan dengan sindrom paskainfarsi (posinfartion syndrome).
2.    Nyeri dan hipertermia berhubungan dengan sindrom pascainfarsi ditandai dengan:
·         DS: melaporkan nyeri pada panggul
·         DO: nyeri saat palpasi di daerah pinggul, wajah meringis, menahan sakit, teraba massa di pinggul saat palpasi, kenaikan suhu tubuh.
C.   Intervensi keperawatan
Diagnosis keperawatan 1
Tujuan: mengurangi cemas
1.      Jelaskan setiap diagnostik, tujuan, dan kemungkinan reaksi.
Minta pasien untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) jika diindikasikan.
2.      Kaji pemahaman pasien tentang diagnosis dan pengobatan pilihan. Jawab pertanyaan dan bantu melalui diskusi dengan perawat kesehatan jika dibutuhkan.
3.      Bantu pasien mendiskusikan perasaan takut serta libatkan keluarga dan lainnya dalam penyuluhan kesehatan.
Diagnosis keperawatan 2
Tujuan: gejala dan sindrom pascainfarsi terkontrol
1.      Berikan analgesic sesuai resep untuk mengontrol nyeri pinggul dan abdomen.
2.      Istirahat dan bantu mengatur posisi selama 2-3 hari hingga gejala hilang.
3.      Evaluasi suhu tubuh setiap 4 jam dan berikan antipiretik sesuai indikasi.
4.      Perhatikan asupan oral dan lakukan pemasangan infus hingga pasien tidak muntah
5.      Berikan antiemetik sesuai program
D.   Evaluasi
1.    Bertanya dan menunjukkan perasaan takut
2.    Tidak panas dan melaporkan bahwa nyeri berkurang
3.    (Sumber  :Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan)

Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi manusia baik pria maupun wanita memiliki struktur organ internal dan eksternalnya masing- masing. Setiap organ dalam sist...