Thursday, December 27, 2012

KANKER PAYUDARA


A.     Pengertian
Ca mamae
Kanker adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal, selama mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu. ( Sylvia A Price, 1994 ).
Kanker payudara adalah jenis kanker kedua penyebab kematian karena kanker pada wanita dengan perkiraan 46.000 meninggal. ( Danielle, Gale 2000)
Kanker payudara adalah kanker yang relatif sering dijumpai pada wanita di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian utama pada wanita berusia antara 45 sampai 64 tahun. ( Patofisiologi, 2001)

Kanker payudara adalah kanker yang paling sering pada perempuan di samping kanker kulit,  walaupun kanker ini sangat jarang pada laki-laki ( Sylvia A. Price,dkk 2006)
Dari kelima pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kanker payudara adalah kanker yang sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan laki-laki dan merupakan penyebab utama kematian pada wanita berusia antara 45 sampai 64 tahun.

B. Patofisiologi
Menurut Sylvia A. Price (2006) penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan namun terdapat beberapa faktor risiko yang telah ditetapkan, keduanya adalah lingkungan dan genetik. Faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara adalah tempat tinggal di negara berkembang bagian barat, keadaan sosioekonomi yang rendah, ras, riwayat penyakit payudara proliferatif, awitan dini menarke, terlambatnya kelahiran anak pertama, menopouse yang terlambat, keadaan nulipara, terapi hormon eksogen, terpajan radiasi, dan faktor-faktor makanan (obesitas dan asupan alkohol yang tinggi).
Berdasarkan proses jangka panjang terjadinya kanker ada empat fase menurut www.peluang.com bisnis dan wirausaha indonesia pukul 22.21 yaitu :
1. Fase induksi : 15-30 tahun
Belum dipastikan penyebab terjadinya kanker, tetapi faktor lingkungan memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia. Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai bisa merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.
2. Fase in situ : 1-5 tahun
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe. Waktu antara fase ketiga  dan keempat berlangsung antara beberapa minggu sampai beberapa tahun.
4. Fase diseminasi : 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar, maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain bertambah.

Pentahapan patologi didasarkan pada histologi memberikan prognosis yang lebih akurat. Tahap-tahap yang penting menurut Brunner & Suddarth yaitu :
Tahap I terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe, dan tidak terdeteksi adanya metastasis.
Tahap II terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm dengan nodus limfe tidak terfiksasi negatif atau positif, dan tidak terdeteksi adanya metastasis.
Tahap III terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm atau tumor dengan sembarang ukuran yang menginvasi kulit atau dinding dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, dan tanpa bukti adanya metastasis.
Tahap IV terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe normal atau kankerosa, dan adanya metastasis jauh.

Tipe kanker payudara menurut Brunner & Suddarth antara lain :
1. Karsinoma duktal menginfiltrasi adalah tipe histologis yang paling umum, merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini bila dipalpasi terasa keras. Kanker jenis ini biasanya bermetastasis ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dibanding dengan kanker lainnya.
2. Karsinoma lobular menginfiltrasi jarang terjadi, merupakan 5%-10% kanker payudara. Tumor ini terjadi pada area penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibanding tipe duktal menginfiltrasi. Karsinoma duktal menginfiltrasi dan lobular menginfiltrasi mempunyai keterlibatan nodus aksilar yang serupa meskipun tempat metastasisnya berbeda. Karsinoma duktal biasanya menyebar ke tulang, paru, hepar atau otak, sedangkan karsinoma lobular biasanya bermetastasis ke permukaan meningeal.
3. Karsinoma medular tumbuh dalam kapsul di dalam duktus. Tipe tumor ini dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat.
4. Kanker musinus, penghasil lendir dan tumbuh dengan lambat.
5. Kanker duktal-tubular jarang terjadi, karena metastasis aksilaris secara histologi tidak lazim.
6. Karsinoma inflamatori adalah tipe kanker payudara yang jarang. Tumor setempat ini nyeri tekan dan sangat nyeri, payudara secara abnormal keras dan membesar. Kulit di atas tumor ini merah dan agak hitam. Sering terjadi Edema dan retraksi puting susu.

Tanda dan gejala yang paling umum adalah benjolan atau penebalan pada payudara. Gejala lain dari kanker payudara meliputi kulit cekung ( lesung ), retraksi atau deviasi puting susu, dan nyeri tekan, atau rabas khususnya berdarah dari puting. Kulit Peau d’orange, kulit tebal dengan pori-pori menonjol sama dengan kulit jeruk, dan ulserasi pada payudara. Jika ada nodul, mungkin menjadi keras, pembesaran nodus limfe aksilaris membesar atau nodus supra klavikula teraba pada daerah leher. Tanda dan gejala dari metastasis yang luas meliputi nyeri pada bahu, pinggang, punggung bagian bawah atau pelvis, batuk menetap, anoreksia atau berat badan menurun, gangguan pencernaan, pusing, penglihatan kabur, dan sakit kepala.
Komplikasi utama dari kanker payudara menurut Danielle Gale dan Jane Charette adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik dan hiperkalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensorik.
Untuk deteksi dini kanker payudara bisa dilakukan beberapa cara antara lain pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) sejak usia 20 tahun, dilakukan selama sebulan sekali sesudah haid, pemeriksaan berkala oleh dokter setiap 2-3 tahun pada usia 20-40 tahun. Mamografi 1-2 kali pada usia 35 hingga 49 tahun.
Adapun langkah-langkah SADARI untuk memudahkan mengetahui ada tidaknya kanker di payudara terlampir.

C. Penatalaksanaan
1. Medis, Pembedahan, dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu:
a. Mastektomi total (sederhana), yaitu mengangkat semua jaringan payudara, tetapi semua atau kebanyakan nodus limfe dan otot dada tetap utuh.
b. Mastektomi radikal modifkasi mengangkat seluruh payudara, beberapa atau semua nodus limfe dan kadang-kadang otot pektoralis minor prosedur membatasi (contoh lumpektomi) mungkin dilakukan pada pasien rawat jalan yang hanya berupa tumor dan beberapa jaringan sekitarnya diangkat.
c.Mastektomi/lumpektomi dengan diseksi kelenjar getah bening aksila radiasi/kemoterapi.
d. Terapi radiasi dapat digunakan untuk mengatasi kanker payudara terinflamasi sebelum diberikan kemoterapi. Dapat juga digunakan untuk mengatasi penyakit yang kambuh secara lokal, untuk menangani fungsi ovarium, dan untuk mengatasi gejala dari metastase penyakit.
e.  Kemoterapi, kemoterapi ajufan untuk kanker payudara melibatkan kombinasi obat multiple yang lebih efektif daripada terapi dosis tunggal. Kombinasi yang paling sering dianjurkan disebut CMF dan meliputi siklofosfamid (Cytoxan), metotrexat, fluorasil    (5-FU) dengan atau tanpa tamoksifen.

2. Keperawatan
Rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doengoes yaitu membantu pasien/orang terdekat menerima stress situasi/prognosis, mencegah komplikasi, membuat program rehabilitasi individual, memberikan informasi tentang penyakit, prosedur, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

D. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan kanker payudara menurut Doenges, Marilynn E (2000) diperoleh data sebagai berikut:
1. Aktifitas/istirahat: Gejala: kerja, aktifitas yang melibatkan banyak gerakan tangan/pengulangan, pola tidur (contoh, tidur tengkurap).
2. Sirkulasi
Tanda: kongestif unilateral pada lengan yang terkena (sistem limfe).
3. Makanan/cairan Gejala: kehilangan nafsu makan, adanya penurunan berat badan.
4. Integritas Ego Gejala: stresor konstan dalam pekerjaan/pola di rumah. Stres/takut tentang diagnosa, prognosis, harapan yang akan datang.
5. Nyeri/kenyamanan Gejala: nyeri pada penyakit yang luas/metastatik (nyeri lokal jarang terjadi pada keganasan dini). Beberapa pengalaman ketidaknyamanan atau perasaan lucu pada jaringan payudara. Payudara berat, nyeri sebelum menstruasi biasanya mengindikasikan penyakit fibrokistik.
6. Keamanan
Tanda: massa nodul aksila. Edema, eritema pada kulit sekitar.
7. Seksualitas
Gejala: adanya benjolan payudara, perubahan pada ukuran dan kesimetrisan payudara. Perubahan pada warna kulit payudara atau suhu, rabas puting yang tak biasanya, gatal, rasa terbakar atau puting meregang. Riwayat menarke dini (lebih muda dari usia 12 tahun), menopause lambat (setelah 50 tahun), kehamilan pertama lambat (setelah usia 35 tahun). Masalah tentang seksualitas/keintiman.
Tanda: perubahan pada kontur/massa payudara, asimetris. Kulit cekung, berkerut, perubahan pada warna/tekstur kulit, pembengkakan, kemerahan atau panas pada payudara. Puting retraksi, rabas dari puting (serosa, serosangiosa, sangiosa, rabas berair
meningkatkan kemungkinan kanker, khususnya bila disertai benjolan)
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat kanker dalam keluarga (ibu, saudara wanita, bibi dari ibu atau nenek). Kanker unilateral sebelumnya kanker endometrial atau ovarium.
Pertimbangan Rencana Pemulangan: DRG menunjukkan rata-rata lama dirawat 4 hari.Membutuhkan bantuan dalam pengobatan/rehabilitasi, keputusan, aktivitas perawatan diri, pemeliharaan rumah.

Pemeriksaan Diagnostik
a). Mamografi: memperlihatkan struktur internal payudara, dapat untuk mendeteksi kanker yang tak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap awal.
b). Galaktografi: mamogram dengan kontras dilakukan dengan menginjeksikan zat kontras ke dalam aliran duktus.
c). Ultrasound: dapat membantu dalam membedakan antara massa padat dan kista dan pada wanita yang jaringan payudaranya keras, hasil komplemen dari mamografi.
d). Xeroradiografi: menyatakan peningkatan sirkulasi sekitar sisi tumor.
e). Termografi: mengidentifikasi pertumbuhan cepat tumor sebagai ”titik panas” karena peningkatan suplai darah dan penyesuaian suhu kulit yang lebih tinggi.
f). Diafanografi (transimulasi): mengidentifikasi tumor atau massa dengan membedakan bahwa jaringan mentransmisikan dan menyebarkan sinar. Prosedur masih diteliti dan dipertimbangkan kurang akurat daripada mamografi.
g). Scan CT dan MRI: teknik scan yang dapat mendeteksi penyakit payudara, khususnya massa yang lebih besar atau tumor kecil, payudara mengeras yang sulit diperiksa dengan mamografi. Teknik ini tidak bisa untuk pemeriksaan rutin dan tidak untuk mamografi.
h).Biopsi payudara (jarum atau eksisi): memberikan diagnosa definitif terhadap massa dan berguna untuk klasifikasi histologi pentahapan dan seleksi terapi yang tepat.
i). Asai hormon reseptor: menyatakan apakah sel tumor atau spesimen biopsi mengandung reseptor hormon (estrogen dan progresteron). Pada sel malignan, reseptor kompleks estrogen-plus merangsang pertumbuhan dan pembagian sel. Kurang lebih duapertiga semua wanita dengan kanker payudara reseptor estrogennya positif dan cenderung berespon baik terhadap terapi hormon menyertai terapi primer untuk memperluas periode bebas penyakit dan kehidupan.
j). Foto dada, pemeriksaan fungsi hati, hitung sel darah dan scan tulang: dilakukan untuk mengkaji adanya metastase.
  
E. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data menurut Doengoes (2000) dan Brunner & Suddarth (1999), ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Pra operasi : Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, pengobatannya dan prognosis.

Pasca operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, trauma jaringan, interupsi saraf,   diseksi otot.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan  pengangkatan jaringan, perubahan sirkulasi, adanya edema, perubahan pada elastisitas kulit, sensasi, destruksi jaringan        ( radiasi ).
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan mastektomi dan efek samping radiasi dan kemoterapi.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neorumuskular, nyeri, pembentukan edema.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilitas parsial lengan atas pada tempat yang dioperasi.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai penyakitnya.

F. Intervensi
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan perencanaan untuk setiap diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2000) dan Brunner dan Suddarth (1999) sebagai berikut :
Pra operasi :
Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, pengobatannya dan prognosis.
Kriteria evaluasi : menunjukan rentang perasaan yang tepat
Intervensi : a. Yakinkan informasi pasien tentang diagnosis, harapan intervensi pembedahan, dan terapi yang akan datang. b. Jelaskan tujuan dan persiapan untuk tes diagnostik. c. Berikan perhatian, keterbukaan dan  penerimaan juga privasi orang terdekat. d. Berikan informasi tentang sumber komunitas bila ada.

Pasca operasi
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, trauma jaringan, interupsi saraf, diseksi otot.
Kriteria evaluasi: Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat, mengekspresikan penurunan nyeri.
Intervensi : a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0-10)  b. Diskusikan sensasi masih adanya payudara normal. c. Bantu pasien menemukan posisi nyaman. d. berikan tindakan kenyamanan dasar tehnik relaksasi. e. Sokong dada saat latihan nafas dalam. f. Berikan obat  nyeri yang tepat pada jadwal teratur sebelum nyeri berat dan sebelum aktivitas dijadwalkan. g. Berikan analgetik sesuai dengan indikasi.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan jaringan, perubahan sirkulasi, adanya edema, perubahan pada elastisitas kulit, sensasi, destruksi jaringan (radiasi).
Kriteria evaluasi : Meningkatkan waktu penyembuhan luka, menunjukan prilaku/tehnik untuk meningkatkan penyembuhan/mencegah komplikasi.
Intervensi: a. Kaji balutan luka, awasi jumlah edema, kemerahan, dan nyeri pada insisi dan lengan. Awasi suhu. b. Tempatkan pada posisi semi fowler pada punggung atau sisi yang tidak sakit dengan lengan tinggi dan disokong dengan bantal. c. Jangan melakukan pengukuran TD, menginjeksikan obat atau memasukan IV pada lengan yang sakit.        d. Dorong untuk menggunakan pakaian yang tidak sempit , beritahu pasien untuk tidak menggunakan jam tangan atau perhiasaan lain pada tangan yang sakit. e. Berikan antibotik sesuai indikasi.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan mastektomi  dan efek samping radiasi dan kemoterapi.
Kriteria evaluasi : menunjukan gerakan ke arah penerimaan diri dalam situasi, pengenalan dan ketidaktepatan perubahan dalam konsep diri tanpa menegatifkan harga diri, menyusun tujuan yang realistik dan secara aktif berpartisipasi dalam program terapi.
Intervensi: a. Identifikasi masalah peran sebagai wanita, istri, ibu, wanita karier dan sebagainya. b. Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan misal marah, bermusuhan dan berduka. c. Diskusikan tanda dan gejala depresi dengan orang terdekat. d. Yakinkan perasaan pasangan sehubungan dengan aspek seksual, dan memberikan informasi dan dukungan.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, nyeri, pembentukan edema.
Kriteria evaluasi : Menunjukan keinginan untuk berpartisipasi dalam terapi, menunjukan tehnik yang memampukan melakukan aktivitas, peningkatan kekuatan bagian tubuh yang sakit.
 Intervensi: a.  Tinggikan lengan yang sakit sesuai indikasi. b. Dorong pasien untuk menggunakan lengan  untuk kebersihan diri, makan, menyisir rambut, mencuci muka.   c. Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan. d. Tingkatkan latihan sesuai indikasi, contoh ekstensi aktif lengan dan rotasi bahu saat berbaring di tempat tidur, mengangkat lengan untuk menyentuh ujung jari di belakang kepala.

5. Kurang perwatan diri berhubungan dengan imobilitas parsial lengan atas pada tempat yang dioperasi.
Kriteria evaluasi : Menghindari kerusakan mobilitas dan pencapaian perawatan diri hingga tingkat yang paling tinggi.
Intervensi : a. Dorong pasien untuk berparstisipasi secara aktif dalam perawatan pasca operasi. b. Dorong agar pasien bersosialisasi, terutama dengan orang- orang yang telah secara berhasil mengatasi keadaan serupa. c. Buat modifikasi progresif dalam program latihan pasien sesuai tingkat kenyamanan dan toleransi. d. Beri pujian pada pasien ketika tampak kreatif atau rapih.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya.
Kriteria evaluasi : Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan melakukan prosedur yang perlu dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan, melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi pada program pengobatan..
Intervensi : a. Kaji proses penyakit, prosedur pembedahan, dan harapan yang akan datang. b. Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi, makan dan pemasukan cairan yang adekuat. c. Anjurkan pasien untuk melindungi tangan dan lengan bila berkebun. Anjurkan menggunakan alat waspada medik. d. Tunjukan penggunaan kompres intermiten sesuai kebutuhan. e. Dorong pemeriksaan diri teratur pada payudara yang masih ada.
-Anajem-

Sunday, December 23, 2012

Cimahi Tercinta

Pure Agung Wira Loka Natha Cimahi
Pusdik Bekang Cimahi
Jaln Gatotsubroto Cimahi
dikenal sebagai kota militer,
yah, memang suasana militer sangat terasa, disetiap sudut jalan, pasti akan menemukan bangunan tentara,
jadi seperti tinggal dalam komplek militer yang besar. tidak terasa sudah hampir 13 tahun tinggal di cimahi
banyak kenangan yang dikenang, dari masa sekolah dasar sampai kini sudah kuliah,
cimahi selalu jadi tempat yang nyaman, dekat dengan keluarga, teman- teman,

Askep Pada Anak dengan Hiscprung

BAB IPENDAHULUAN
Latar BelakangHirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel gangliondalam rectum atau bagian rektosigmoid colon, dan ketidakadaan ini menimbulkankeabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,Cecily & Sowden: 2000). Penyakit hirschsprung atau mega kolon adalah kelainan bawaanpenyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayiaterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer,2000). 

BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Definisi Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan diebabkan oleh kelainan inervasi usus, di mulai dari sfingter ani internal dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada neonatus, dengan insiden 1 : 1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan 4 : 1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprungdengan bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dansindrom wardenburg serta kelainan kardivaskuler. (Behrman, 1996)Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksusintramural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia mudadengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengandilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringansubmukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasienmemerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)

2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dindingusus, mulai dari spingter ani internal ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerahrektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usussampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan DownSyndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010) 2.3 Manifestasi KlinisPenyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari kelumpuhan usus besardalam menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahirakan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayiyang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluarsama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jikadibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguanpertumbuhan (Budi, 2010).Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah :Dalam rentang waktu 24 - 48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertamabayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)Malas makan Muntah yang berwarna hijauPembesaran perut (perut menjadi buncit)Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) :Tidak dapat meningkatkan berat badanKonstipasi (sembelit)Pembesaran perut (perut menjadi buncit)Diare cair yang keluar seperti disemprotDemam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggapsebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :Konstipasi (sembelit) Kotoran berbentuk pitaBerbau busuk Pembesaran perutPergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

2. 4 Patofisiologi
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel gangliondalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalanatau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan.Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secaranormal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut,menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakithirscprung diduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologisebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada sembarang usia,walaupun sering terjadi pada neonatus.2.5 PenatalaksanaanMenurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahandan konservatif.a) PembedahanPembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-muladilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasidan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya : Prosedur duhamelDengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagianposterior kolon normal yang telah ditarik. Prosedur swensonMembuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yangberganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan padabagian posterior.
 Prosedur soaveDengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yangbersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normaldan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.b) Konservatif Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sondelambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.PerawatanPerawatan yang terjadi :Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet danwujud feses adalah efektif.Obat kortikosteroid dan obat anti - inflamatori digunakan dalam megakolon toksik-Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba anorektal dannasogastric. 

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG
A. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan tanda dan gejalasebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelahlahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada pengkajian terhadap faktor penyebabpenyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakitini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering ditemukan pada neonatus. Padaperkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot. Padapemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis diantaranya : apabilasegmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmenpendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon makatermasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.
B. Diagnosis
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan penyakit hisprung(megakolon kongenital) antara lain :
PrapembedahanKonstipasi
Kurang volume cairan dan elektrolit
Gangguan kebutuhan nutrisi
Gangguan pertumbuhan dan perkembanga Pascapembedahan
Nyeri
Risiko infeksiRisiko komplikasi pascapembedahan.
C.Rencana Tindakan Keperawatan 
Prapembedahan Konstipasi Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh obtruksi, tidak adanyaganglion pada usus. Rencana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegahatau mengatasi konstipasi dengan mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yangkeluar menjadi lembek dan tanpa adanya retensi.
Tindakan :
 Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik fesesBerikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi lainKolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan :Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembalimenjadi normal dalam waktu 3-4 bulan. Terdapat tiga prosedur dalam pembedahandiantaranya :a. Prosedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah danmenganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaituselubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
b.Prosedur swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan endto end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi danpemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
c. Prosedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuhkemudian kolon yang besaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannyaanastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa  
Kurang Volume Cairan dan Elektrolit
Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak memadai sehinggadapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,perubahan membran mukosa, produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapatdilakukan adalah mempertahankan status cairan tubuh.Tindakan : Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluarancairan tubuh. Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan. Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.Gangguan Kebutuhan NutrisiGangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya perubahan status nutrisiseperti penurunan berat badan, turgor kulit menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.Tindakan : Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan.Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan. Timbang berat badan setiap hari.Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa.
Risiko Cedera (Injuri)Masalah ini dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakithisprung seperti gawat pernafasan ajut dan enterokolitis. Untuk mengatasi cedera atau injuriyang dapat disebabkan adanya komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan denganmempertahankan status kesehatan.
Tindakan : Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu). Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah, meningkatnya nyeri tekan,distensi abdomen, iritabilitas, gawat pernafasan, tanda adanya enterokolitis. Lakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensiabdomen.Pascapembedahan
Nyeri
Masalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini dapat disebabkan karenaefek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaannyeri, perubahan tanda vital, pembatasan aktivitas.Tindakan : Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung (back rub), sentuhan.Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan. 
Risiko InfeksiRisiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh dadanya mikroorganismeyang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau kurang pengetahuan pasien dalampenatalaksanaan terapeutik pascapembedahan.
Tindakan : Monitor tempat insisi.Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses. Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal. Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan terhadapmikroorganisme.
Risiko Komplikasi PascapembedahanRisiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung ini seperti adanyastriktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapatdilakukan adalah mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak terjadikomplikasi lebih lanjut.
Tindakan Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena perlengketan,volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis, fistula, enterokolitis, frekuensidefekasi, konstipasi, pendarahan dan lain-lain. Monitor peristaltik usus.Monitor taa vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenanpemasangan naso gastrik.Tindakan perawatan Kolostomi :Siapkan alat untuk pelaksanan kolostomi.Lakukan cuci tangan. Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan.Lepaskan kantong kolostomi dan lakukan pembersihan daerah kolostomi. Periksa adanya kemerahan dan iritasi.  Pasang kantong kolostomi di daerah stoma.Tutup atau lakukan fiksasi dengan plester. Cuci tangan 
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2005. Pengantar Keperawatan Anak II Edisi I. Salemba Medika.Jakarta.
Mansjoer, Arif dkk. 2000 Kapita Selekta KedokteranFKUI : Jakarta.

Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak: Ilmu Pediatric Perkembangan edisi kedua. EGC.Jakarta.   

Tuesday, December 18, 2012

Dont Break It

Alone Girl

Penyuluhan Pada Anak




Acara penyuluhan di TK Kartika XIX -3 Cimahi
dengan tema "Membuang Sampah Pada Tempatnya"
Poster Penyuluhan

Background ku

yellow background
Bluesweet
Pink Background

Jempormase

Heryansen Jempormase

ASKEP FRAKTUR RADIUS



FRAKTUR

A.    PENGERTIAN UMUM
     Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang.Kebanyakan fraktur akibat dari trauma,beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis(Barret dan Bryant,1990).
     Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorsinya. Fraktur dapt disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, bahkan kontraksi otot ekstrem.
     Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur Lima diantaranya yang utamanya adalah :
1.    Incomplete.Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.Salah satu sisi patah ;yang lain biasanya hanya bengkok(greenstick).
2.    Complete: Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang ,dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3.    Tertutup(simple):Fraktur tidak meluas melewati kulit.
4.    Terbuka(Compound):Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,dimana potensial untuk terjadi infeksi. Fraktur terbuka digradasi menjadi: Grade 1 dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya; Grade 2 luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan Grade 3 , yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
5.    Patologis:Fraktur terjadi pada penyakit tulang (seperti kanker,oesteoporosis),dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
6.    Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang- fraktur bergeser dan tidak bergeser.
Berbagai jenis fraktur diantaranya:
·         Greenstick-fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok
·         Transversal-fraktur sepanjang garis tengah tulang
·         Oblik- fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang(lebih tidak stabil dibanding transversal)
·         Spiral-fraktur memuntir seputar batang tulang
·         Kominutif-fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
·         Depresi-fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
·         Kompresi-fraktur di mana tulang mengalami kompresi(terjadi pada tulang belakang)
·         Patologik-fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget,metastasis tulang, tumor)
·         Avulsi-tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada peralatannya
·         Epifiseal-fraktur menjadi epifisis
·         Impaksi-fraktur di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

B.    PATOFISIOLOGI
Klasifikasi
Fraktur dibagi menjadi dua jenis :
1.    Complete Fracture
2.    Incomplete Fracture
3.    Dislokasi
Klasifikasi ini berdasarkan type, luasnya jaringan yang retak serta lokasi.
Complete Fracture adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain sehingga mengenai seluruh konteks.
Incomplete fracture adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang sehingga tidak mengenain konteks (masih ada konteks yang utuh).Sering terjadi pada anak-anak disebut “Greenstich Fracture”.
            Deskripsi Fraktur
Grade  l   : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit
Grade ll   : Fracture terbuka, merobek kulit dan otot
Grade lll  : Banyak sekali jejas kerusakan kulit,otot dan jaringan syaraf, pembuluh darah
Serta luka sebesar 6-8 cm.


1.      Definisi Fraktur Radius
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2357).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Sylvia A., Patofisiologi, 1995).
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2372).

2.  Klasifikasi Fraktur
a)    Fraktur tertutup
Fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur dimana tulang tidak menonjol keluar melewati kulit.
b)    Fraktur terbuka
Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan dengan kulit ke tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar, sehingga berpotensi terjadi infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3 berdasarkan beratnya fraktur.
·         Grade I : disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari 1 cm.
·         Grade II : seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada otot.
·         Grade III : luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada pembuluh darah.
c)    Fraktur komplit, Patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering berpindah dari posisi normal.
d)    Fraktur inkomplit
Meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian tulang dimana yang mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe fraktur ini disebut juga green stick atau fraktur hickoristik.
e)    Fraktur comminuted, Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.
f)     Fraktur patologik, Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan tulang yang pokok, seperti osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut oblique (sekitar 45o) pada batang atau sendi pada tulang.
g)    Fraktur longitudinal, Garis fraktur berkembang secara longitudinal.
h)    Fraktur transversal, Garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
i)      Fraktur spiral, Garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang.

2.      Anatomi Fisiologi Tulang Radius
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikon). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksida patit), yang tertimbun pada matriks garam (hidroksia patit) yang tertmbun pada matriks kolagen dan proteaglikan matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. (Sylvia, A. Price, Patofisiologi, Buku II, Edisi 4, Penerbit EGC, 1995).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresi matriks tulang.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteum (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorbsi dan remodeling tulang.
Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari tulang ulna. Ujung atas radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan takik radial dari ulna. Di bawah kepala terletak leher dan di bawah serta di sebeelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dan insersi otot bisep.
Batang radius. Di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar daripada di bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung ke sebelah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam di sebelah anterior dan di sebelah posterior memberi kaitan pada extensor dan supinator di sebelah dalam lengan bawah dan tangan.
Ujung bawah agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dua buah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius berbendi dengan ska foid dan tulang semilunar dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian di sebelah medial dari yang bawah bersendi dengan kepala dari ulna dalam formasi persendian radio-ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang ke bawah menjadi prosesus stiloid radius.
Fungsi dari tulang pada lengan bawah atau tulaang radius adalah untuk pronasi dan supinasi harus dipertahankan dengan menjaga posisi dan kesejajaran anatomik yang baik.
Proses Penyembuhan Tulang
Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondial ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
a)    Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b)    Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast dan osteoblast (berkembang dan osteosit, sel endotel, sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
c)    Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek-secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
d)    Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.
e)    Remodeling
Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang.

3.      Etiologi Fraktur Radius
Penyebab paling umum fraktur adalah :
-          Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu lintas/jatuh.
-          Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase.

4.      Patofisiologi Fraktur Radius
Fraktur kaput radii sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal.
Bila fraktur mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput radii bila perlu. Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan sling. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang patah.
Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. 

5.      Tanda dan Gejala Fraktur Radius
a)    Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
b)    Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
c)    Spasme otot.
d)    Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan normal.
e)    Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
f)     Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh fragmen tulang.
g)    Krepitasi jika digerakkan.
h)    Perdarahan.
i)      Hematoma.
j)      Syok
k)    Keterbatasan mobilisasi.

6.      Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Radius
1.    Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
2.    Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan operasi antara lain :
Darah lengkap, Golongan darah, Masa pembekuan dan perdarahan, EKG, Kimia darah.

7.   Therapi/Penatalaksanaan Medik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani fraktur :
a)    Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya pemasangan bidai.
b)    Reduksi, Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
·         Pemasangan gips
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
·         Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
c)    Debridemen, Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
d)    Rehabilitasi, Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan fungsi normal.
e)    Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap.

8.    TERAPI DAN PENATALAKSANAN KEPERAWATAN
     Agar hasil tindakan memberikan hasil yang maximal.”Goal” dari tindakan bedah orthopaedi adalah maximum rehabilitasi penderita secara utuh (“Maximum rehabillitation of patients as a whole”).
     Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :
a.   RECOGNITION
     Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang mengalami cedera.
·         Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan  yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya.
·         Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.
b.   REDUCTION
     Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali sebaik mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil reposisi(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik mungkin.
c.   RETAINING
     Adalah tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d.   REHABILLITASI
     Adalah mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan; padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah timbulnya kecacatan.
e.   DISLOKASI
     Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan sendi.
     Dalam fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot sekitar sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose, lewat dari fase shock lokal diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk mendapatkan relaksasi waktu melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka perlu dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat “’mencekik” sirkulasi perdarahan daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan tindakan reposisi terbuka. Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik, maka selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna mencegah”disuse Athrophy”.

8.      Komplikasi Fraktur Radius
1.    Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok.
Bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera.
2.      Sindroma kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
·         Tromboemboli
·         Infeksi.

B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
·         Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
·         Adanya kegiatan yang beresiko cedera.
·         Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
b.      Pola nutrisi metabolik
·         Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c.       Pola tidur dan istirahat
·         Pola tidur terganggu karena nyeri.
d.      Pola aktivitas dan latihan
·         Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas/kecelakaan lain.
·         Tidak kuat menahan beban.
·         Ada perubahan bentuk/pemendekan pada bagian yang kontraktur.
e.       Pola persepsi dan kognitif
·         Biasanya mengeluh nyeri pada daerah fraktur
·         Mengeluh kesemutan/baal
·         Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
f.       Pola konsep diri dan persepsi diri
·         Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena cedera.
·         Rasa khawatir akan dirinya, tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
g.      Pola hubungan peran
·         Peran terganggu karena adanya nyeri.
·         Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga.
h.      Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
·         Ekspresi sedih
·         Merasa terasing di rumah sakit.
·         Kaji kecemasan klien.

2.      Diagnosa Keperawatan
1.    Pre-Operasi
1)      Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
2)      Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.
3)      Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
4)      Gangguan pola tidur b.d nyeri.
1.    Post Operasi
1)      Nyeri b.d luka operasi.
2)      Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
3)      Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips dan fiksasi.
4)      Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
5)      Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
6)      Gangguan harga diri b.d perubahan peran dan perubahan bentuk fisik atau tubuh.

3.      Perencanaan Keperawatan
a.  Pre-Operasi
1.    Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
·         Nyeri berkurang atau terkontrol
·         Klien mengatakan nyeri berkurang.
·         Ekspresi wajah tenang.
Rencana Tindakan :
1)      Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
2)      Kaji keluhan nyeri klien : lokasi, intensitas, karakteristik.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.
3)      Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia.
R/ Posisi sesuai anatomi tubuh membantu relaksasi sehingga mengurangi rasa nyeri.
4)      Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ Nafas dalam mengendorkan ketegangan syaraf.
5)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips.
R/ Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera.
6)      Beri therapi analgetik sesuai program medik.
R/ Analgetik menghambat pembentukan prostaglandin pada otak dan jaringan perifer.

2.    Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.
·         Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi.
·         Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji tingkat kemampuan beraktivitas klien.
R/ Menentukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan klien.
2)      Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Sebagai data dasar dalam melakukan tindakan keperawatan.
3)      Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dan klien mengefektifkan tercapainya hasil dari tindakan keperawatan.
4)      Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan.
R/ Klien dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri dengan cepat.
5)      Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
R/ Membantu memenuhi kebutuhan klien.

3.    Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
·         Infeksi tidak terjadi
·         Tidak ada kemerahan, pus, peradangan
·         Leukosit dalam batas normal
·         Tanda-tanda vital stabil.
Rencana Tindakan :
1)      Observasi tanda-tanda vital (S, TD, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi.
2)      Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
3)      Tutup daerah luka dengan kasa steril.
R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam luka.
4)      Rawat luka fraktur dengan teknik aseptik.
R/ Mencegah dan menghambat perkembangbiakan bakteri.
5)      Beri therapi antibiotik sesuai program medik.
R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri.

b.      Post-Operasi
1.    Nyeri b.d luka operasi
·         Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
·         Ekspresi wajah tenang.
Rencana Tindakan :
1)      Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
2)      Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.
3)      Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam.
R/ Nafas dalam dapat mengendorkan ketegangan sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
4)      Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatomi.
R/ Posisi anatomi membuat rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.
5)      Anjurkan klien untuk imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
R/ Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang.
6)      Beri therapi analgetik sesuai program medik.
R/ Menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.

2.      Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips atau fiksasi.
·         Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.
·         Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
Rencana Tindakan :
1)      Observasi tanda-tanda vital (S, N, TD, P)
R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
2)      Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas secara mandiri.
R/ Menentukan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien.
3)      Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene nutrisi, eliminasi yang tidak dapat dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dan klien yang baik mengefektif-kan pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
4)      Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri.
5)      Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga klien akan membantu dalam mencapai hasil yang diharapkan.
6)      Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses penyembuhan.

3.    Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
·         Komplikasi setelah operasi tidak terjadi.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji keluhan klien
R/ Mengetahui masalah klien.
2)      Observasi tanda-tanda vital (TD, N)
R/ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal komplikasi.
3)      Anjurkan klien mobilisasi secara bertahap
R/ Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran darah.
4)      Kolaborasi dengan dokter.
R/ Mengetahui dan mendapatkan penanganan dengan tepat.

4.    Resiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
·         Infeksi post operasi tidak terjadi.
·         Klien tidak mengalami infeksi tulang.
Rencana Tindakan :
1)      Observasi tanda-tanda vital (TD, N, S, P)
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi.
2)      Rawat luka operasi dengan tehnik aseptik.
R/ Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.
3)      Tutup daerah luka dengan kasa steril.
R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman dalam luka.
4)      Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.
5)      Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri.

5.    Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi.
·         Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan saat di rumah.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
R/ Mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan klien.
2)      Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan aktif secara teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3)      Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4)      Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
5)      Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur.
R/ Mencegah stres tulang.

4.      Discharge Planning
a.   Anjurkan klien untuk meneruskan latihan aktif dan pasif yang telah diperoleh selama klien dirawat di rumah sakit.
b.   Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur, bila memang terpaksa lebih baik dengan menggeser saja.
c.   Anjurkan klien untuk mengkonsumsi TKTP, tinggi kalsium, tinggi vitamin untuk proses penyembuhan tulang.
d.   Anjurkan klien untuk mentaati terapi pengobatan dan kontrol yang tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi manusia baik pria maupun wanita memiliki struktur organ internal dan eksternalnya masing- masing. Setiap organ dalam sist...